Gara-gara Pembantu Lesbian

Betty (nama samaran), 35 tahun, Karyawati Swasta:


Waktu masih kuliah dulu di rumahku ada 2 pembantu. Yang tertua bernama mbok Tun (bukan nama sebenarnya), usianya lebih tua dari mamiku. Ia kerja di rumahku sejak kakak sulungku lahir. Aku 3 bersaudara perempuan semua, aku anak nomor 2. Pembantuku yang satunya masih tergolong muda. Namanya sebut saja Wati. Usianya kira-kira sebaya denganku. Waktu itu ia sudah bekerja di rumahku sekitar 2 tahunan.

Suatu hari keluarga mbok Tun datang dari desa mau membawa pulang mbok Tun karena usianya sudah tua. Sebagai gantinya mereka menawarkan Surti (bukan nama sebenarnya) yang satu desa dengan mereka. Surti adalah seorang janda tanpa anak. Usianya sekitar 30-an. Karena direkomendasikan oleh keluarga mbok Tun, mami langsung menerima Surti sebagai pembantu rumah tangga kami. Nyatanya memang mbak Surti (aku memanggilnya mbak karena ia lebih tua dariku) bisa bekerja dengan baik. Ia pandai memasak. Selain itu juga suka kebersihan dan rajin. Dalam waktu singkat mbak Surti mampu memikat hati kami sekeluarga. Ia pun kelihatan bisa bekerja sama dengan Wati.

Setahun kemudian, aku sering pulang kuliah malam hari karena ada kegiatan di laboratorium kampus. Agar tak mengganggu penghuni rumah aku selalu membawa kunci sendiri lewat garasi rumah yang langsung berhubungan dengan dapur.

Suatu hari, aku ada tugas lagi di lab sehingga harus pulang malam. Tapi waktu itu diantar teman kuliahku karena sepeda motorku mogok. Seperti biasa aku lewat garasi, lalu dapur. Ketika melintas di dapur hendak masuk ke ruang makan aku mendengar suara-suara yang mencurigakan. Kutelusuri asal suara itu mulai dari dapur terus ke belakang, di mana setelah dapur ada 2 kamar pembantu yang masing masing ditempati oleh mbak Surti dan Wati, setelah itu gudang.

Suara mencurigakan itu makin jelas terlihat dari kamar Wati. Dengan hati-hati aku berlutut lalu kuintip dari celah kaca nako terbawah (antara nako dengan kusen). Aku terhenyak kaget saat dalam keremangan cahaya kamar Wati kulihat dua orang perempuan sedang bergumul di ranjang tanpa mengenakan baju sama sekali. Mbak Surti tampak menindih tubuh Wati dan mereka saling berciuman dengan sangat mesranya, seperti sepasang kekasih yang sedang terbakar panasnya api birahi. Saat melihat itu aku berniat langsung kembali ke kamar, tapi rasa penasaran memaksaku untuk terus mengintip mereka. Mbak Surti kelihatan bernafsu sekali mencumbui Wati, sementara Wati tak henti-hentinya menggeliat, mengerang dan mendesah. Kedua tangan Wati menggerayangi sekujur tubuh mbak Surti dengan tak kalah bernafsunya. Kemudian mbak Surti menciumi dada Wati sambil tangannya mengerjai bagian bawah tubuh Wati. Dadaku bergemuruh kencang menyaksikan adegan itu. Ada perasaan yang aneh saat menyaksikan kedua pembantuku yang sama-sama perempuan itu telanjang bulat dan bercumbu dengan mesranya. Semacam rasa nikmat yang menggelitik organ kewanitaanku. Aku semakin tergoda untuk mengikuti terus pergumulan dua makhluk sejenis itu dengan berdebar-debar.

Tak lama kemudian mbak Surti mengubah posisinya hingga wajahnya berada di bagian bawah tubuh Wati, sementara bagian bawah tubuhnya berada di atas wajah Wati. Mbak Surti seperti kesetanan mencumbui bagian bawah tubuh Wati yang mengangkang lebar-lebar, diimbangi oleh Wati yang juga melakukan hal yang sama pada bagian tubuh mbak Surti. Sesekali mbak Surti memainkan jari-jarinya hingga membuat Wati kelojotan. Aku makin terangsang melihat ulah mereka berdua dan tak tahan lagi. Dengan tubuh bergetar terbakar nafsu aku masuk ke kamarku di lantai 2, mengunci pintu, kulempar tasku dan langsung kubuka baju serta celana jins yang kukenakan hingga tinggal celana dalam dan BH saja yang menempel di tubuhku. Sambil telentang di ranjang kumainkan jari-jemariku di celana dalamku yang sudah basah. Gejolak birahi yang meledak-ledak membuatku melucuti BH dan celana dalamku. Aku telanjang bulat. Jemariku makin liar bermain-main di kemaluanku. Tapi aku masih cukup sadar untuk membatasi gerakan jariku karena tak ingin keperawananku robek. Dalam balutan nafsu yang menggebu-gebu kutumpangkan tubuhku di atas guling, kemudian aku bergoyang-goyang dengan perasaan penuh nikmat. Aku terkapar dalam keletihan setelah kuraih kepuasan yang belum pernah kurasakan sebelumnya. Nafasku terengah-engah. Tubuhku terasa lunglai tanpa daya.

Kejadian itu menorehkan kesan yang begitu mendalam padaku. Perbuatan mbak Surti dan Wati selalu terbayang-bayang dibenakku. Kadang aku merasa berdosa telah melakukan masturbasi, gelegak darah mudaku mengalahkan rasa berdosa itu. Aku jadi selalu berharap menyaksikan adegan mesra kedua pembantuku yang kulanjutkan dengan masturbasi di kamar. Sensasi kenikmatan yang kurasakan sungguh membuatku terlena. Apalagi saat kusaksikan mbak Surti dan Wati secara bergantian memainkan ketimun ke “milik” lawan mainnya yang membuat tubuh mereka mengejang dan kelojotan seperti ayam disembelih disertai lenguhan dan desah hingga membuat nafsuku bangkit. Aku jadi ketagihan bermasturbasi. Kadang bisa dua hari sekali aku melakukannya, entah malam hari, ketika bangun tidur atau saat mandi.

Suatu hari, ketika aku pulang kuliah agak sore, tak kudapati mbak Surti dan Wati di dapur. Biasanya mereka di situ sibuk menyiapkan makan malam. Dari mami kuperoleh jawaban yang mengejutkan. Keduanya dipecat gara-gara kepergok mami sedang bermesraan di kamar siang hari. Mereka mengira seisi rumah pada tidur siang. Ditambah lagi hujan deras yang mungkin membuat mbak Surti dan Wati tak bisa menahan diri untuk tidak bercumbu. Menurut cerita mami, ia memanggil Wati untuk mengambilkan ember karena ada yang bocor di kamar mami. Mungkin karena riuhnya suara hujan, mereka tak mendengar. Mami terpaksa mendatangi kamar mereka. Ketika dilongok di kamar mbak Surti, kamar itu kosong. Kemudian mami membuka kamar Wati. Mami sangat kaget dan marah melihat mbak Surti mencumbui Wati. Mereka belum sampai telanjang waktu itu, tapi sudah cukup untuk membuat mami marah bukan kepalang. Saat itu juga ia usir mbak Surti dan Wati.

Sejak kepergian mbak Surti dan Wati aku kehilangan tontonan mengasyikkan. Tapi kebiasaanku bermasturbasi jadi keterusan. Jadi semacam kebutuhan, di mana kalau aku tidak melakukannya dalam jangka waktu lama kepalaku jadi pening. Meskipun kemudian aku punya pacar, aku tetap melakukannya. Kadang aku kesal pada pacarku. Paling jauh ia hanya menciumku saja, padahal aku sangat terangsang ketika diciumnya. Aku mengharapkan ia berbuat lebih jauh, tapi tak kesampaian. Itulah yang membuatku bermasturbasi untuk memuaskan hasratku.

Saat ini, meski aku sudah menikah dan punya 1 anak, aku masih suka melakukan masturbasi. Biasanya aku melakukannya di hari Sabtu saat aku libur, sementara suamiku bermain tenis dengan teman-teman kantornya dan anakku sekolah. Saat sendirian di rumah itulah sambil menonton film India kesukaanku, aku kadang terangsang sendiri. Apalagi jika ada adegan mesra dalam film itu. Untuk memuaskanku, aku tak lagi hanya mengandalkan jari saja. Pisang, ketimun atau terong kecil kujadikan alat bantu yang bisa memberikanku kenikmatan. (*)

Jika Anda berminat mengirim curhat, klik di sini.

Artikel Terkait Curhat