Sebelumnya perkenalkan namaku Sinta. Aku seorang mahasiswi Fakultas Ekonomi jurusan Manajemen di salah satu universitas swasta di kotaku. Banyak temanku yang bilang kalau aku ini sexy dan cantik dengan ukuran buah dada 34c, ditunjang dengan kulitku yang putih bersih.
Dalam kesempatan ini aku mau berbagi pengalamanku saat aku mengalami masa-masa pahit sekaligus nikmat bersama tetangga idaman.
Setiap pagi aku rutin melakukan olah raga kecil di depan rumahku. Biasanya aku mengenakan baju ketat khusus untuk olah raga. Tak heran jika kemudian aku menarik perhatian laki-laki yang lewat, tak terkecuali tetangga sebelah rumahku, sebut namanya pak Hari. Usianya sekitar 40 tahunan. Postur tubuhnya besar tegap dengan wajah lumayan tampan. Pak Hari sudah memiliki istri yang bekerja sebagai PNS yang bisa dikatakan cantik, tapi masih lebih cantik aku sih ... he h e he ...
Sebenarnya aku juga naksir sama Pak Hari. Bisa dibilang ia adalah type pria idaman. Sungguh beruntung perempuan yang mendapatkannya.
Tiap pagi aku selalu mencuri-curi pandang pada Pak hari yang kadang-kadang sedang mencuci mobilnya dengan hanya menggunakan kaos singlet, yang terus membuatku menjadikannya obyek khayalanku. Karena sering membayangkannya itulah aku jadi suka bermasturbasi di kamarku saat menjelang tidur, sambil berkhayal dicumbui olehnya. Aku terus terbuai dalam fantasiku itu yang mungkin tidak akan pernah terjadi dalam kehidupan nyata.
Hingga pada suatu hari, saat kedua orang tuaku pergi mengunjungi nenekku yang sedang sakit, aku tidak ikut karena sedang ada ujian di kampus. Hari itu aku merasakan udara sangat panas. Karena di rumah sedang tidak ada orang, jadi aku berinisiatif untuk menanggalkan kaos dan rokku, sehingga aku hanya memakai miniset yang terbilang tipis dan dapat diterawang.
Aku belajar di sofa ruang tengah sambil mendengarkan musik kesukaanku melalui headset. Itulah sebabnya aku tidak mendengar suara pintu diketuk. Ternyata pak Hari yang mengetuk pintu. Karena berkali-kali pintu diketuk tidak ada yang membukakan serta melihat pintu tidak dikunci, pak Hari langsung saja membuka pintu dan langsung mendekatiku yang berada di sofa ruang tengah. Posisi sofa yang membelakangi pintu depan membuatku tidak menyadari bahwa pak Hari telah masuk ke dalam rumah. Begitu pula pak Hari yang tidak menyadari bahwa aku sedang memakai miniset, karena sebagian tubuhku tertutup oleh sofa.
Aku sangat kaget saat Pak Hari tiba-tiba muncul di depanku. Ia tak bicara sepatah kata pun. Matanya nanar memandangiku dengan penuh nafsu. Sejenak aku juga terdiam menatapnya. Jantungku berdegup kencang, antara senang dan takut. Aku makin bingung ketika ia berjalan mendekatiku. Yang kuingat kulakukan saat itu adalah meraih bantal kecil di sofa dan menutupi sebagian tubuhku dengan bantal itu. Begitu pak Hari makin mendekat, aku bangkit dari sofa dan berjalan mundur menuju kamarku. Pak Hari masih terus mengikuti langkahku dengan pandangan penuh hasratnya, hingga akhirnya aku berada di depan kamarku yang pintunya tertutup rapat. Karena gugup aku jadi tidak bisa membuka pintu dan tertahan di depan kamar. Pak Hari terus melangkah ke arahku dengan senyumnya yang membuatku terpesona.
Kemudian pak Hari meraih pundakku dan berkata dengan nafas memburu, “Kenapa, Sinta? Kamu takut padaku? Aku tak akan menggigitmu. Aku tahu kamu suka mencuri-curi pandang aku ‘kan?”. Belum lagi aku menjawab, pak Hari sudah merengkuh tubuhku dan langsung mencumbuiku. Aku mencoba berontak, tapi pak Hari jauh lebih kuat. Sambil mulutnya menciumi bibir dan leherku, ia mendorongku hingga aku terjepit antara pak Hari dan pintu. Satu tangannya menggenggam erat tanganku, satu tangannya lagi menggerayangi bagian bawah tubuhku. Ia seperti orang kesetanan. Aku tak kuasa lagi melawan. Selain ia jauh lebih kuat dariku, di sela rasa takut aku justru merasakan getaran kenikmatan menjalar ke sekujur tubuhku.
Aku hanya pasrah saat membopongku ke dalam kamarku, lalu mendudukkanku di pinggir kasur. Dengan gerakan cepat pak Hari menanggalkan pakaian dan celana panjangnya satu persatu, hingga hanya celana dalamnya sajalah yang menutupi tubuhnya. Aku hanya diam melihatnya. Kemudian ia membuka bra dan celana dalamku yang tipis. Begitu celana dalamku terlepas, pak Hari berlutut di hadapanku sambil membuka lebar-lebar kedua kakiku, yang disambung dengan serangan dari lidahnya yang kasar dan hangat di bagian bawah tubuhku. Kurasakan nikmat tak terkira saat pak Hari melakukan itu, yang membuatku makin sulit menolaknya. Begitu nikmatnya hingga aku tak kuasa untuk tak merebahkan tubuhku di kasur. Kubiarkan pak Hari memuaskan hasratnya memainkan bagian bawah tubuhku dengan lidahnya. Sesekali menjilat, sesekali menghisap dengan buasnya.
Tak lama kemudian pak Hari menanggalkan celana dalamnya. Baru kali ini aku melihat dengan mata kepalaku sendiri seorang laki-laki dewasa telanjang bulat di hadapanku. “Senjatanya” yang tidak terlalu panjang tetapi gemuk dan besar membuatku sempat merasa ngeri. Kemudian pak Hari menarik kepalaku hingga mulutku bersentuhan dengan “senjatanya” yang tegak berdiri. Mula-mula ia memainkannya di sekeliling bibirku dan kadang hendak meneroboskannya ke dalam mulutku. Entah sadar atau karena naluri, aku pun membuka mulutku dan pak Hari langsung menghunjamkan senjatanya. Aku agak gelagapan ketika pak Hari mulai menggerakkan tubuhnya maju mundur, tapi lama-lama aku bisa menyesuaikan diri. Justru aku yang kemudian menggerak-gerakkan kepalaku, sementara pak Hari diam sambil memandangiku. Kudengar sesekali ia mendesah.
Baru beberapa menit aku menikmati itu, pak Hari menarik “senjatanya” dan meminta aku untuk membuka lagi kakiku lebar-lebar. Tampaknya dia ingin segera “memasukiku”. Mulanya aku mencoba menolak dengan menahan tubuhnya agar ia tak melakukannya, tapi birahi yang sudah memuncak karena ingin sekali merasakan sesuatu yang selama ini hanya kubayangkan, membuatku menuruti kemauannya. Pelan-pelan aku mulai membuka kedua kakiku hingga mengangkang dan pak Hari mulai beraksi dengan menggesek-gesekkan “senjatanya” ke bagian bawah tubuhku yang sudah basah. Kenikmatan yang kurasakan tanpa sadar membuatku mendesah berkali-kali. Aku sudah siap andai pak Hari “menghunjamku” saat itu juga. Kedua tanganku merengkuh dan menarik pantat pak Hari, mengisayaratkan kalau aku sudah tahan lagi. Dan terjadilah …
Hari itu aku merasakan sensasi luar biasa dengan pak Hari. Sensasi yang selama ini hanya ada dalam khayalanku telah menjadi kenyataan. Aku orgasme sampai dua kali sebelum pak Hari menyemprotkan “laharnya” ke dadaku. Pak Hari terkulai lemas di sampingku dengan nafas terengah-engah. Kemudian dia merangkulku yang lunglai tak berdaya sambil berkata, “Kamu hebat, Sinta. Aku benar-benar puas. Kamu mau ‘kan kalau kapan-kapan kita melakukannya lagi?”. Aku hanya tersenyum sambil menganggukkan kepalaku. Kemudian pak Hari memintaku menjilati “senjatanya” yang sudah layu dan berlumuran cairan birahi kami, sementara dia menyeka keringat yang ada di tubuh gagahnya itu. Kemudian ia menggenakan lagi pakaiannya dan bergegas pulang.
Sejak saat itu kami sering menyalurkan hasrat birahi kami jika ada kesempatan dan waktu senggang, dan aku sangat puas sekali, karena akhirnya impianku untuk bisa bercinta dengan tetangga idamanku itu bisa jadi kenyataan. Hubungan kami ini masih berlangsung hingga sekarang. (*)
Jika Anda berminat mengirim curhat, klik di sini.


