Hotnya Om dan Tanteku

Anjasmara (nama samaran), 25 tahun, somewhere:

Om Frans (bukan nama sebenarnya) adalah adik bungsu papaku yang bersaudara 3 orang. Selisih usia antara papa dan om Frans sekitar 5 tahun. Papa sudah pensiun setahun lalu. Berarti usia om Frans sekitar 50 tahunan lah. Tapi meski sudah setengah abad umurnya, ia masih hot lho. Aku sendiri membuktikannya.

Ceritanya, untuk melengkapi data-data yang kubutuhkan dalam menyelesaikan tugas akhir kuliahku aku minta bantuan om Frans yang bekerja di sebuah instansi pemerintah di kota G. Untuk pergi ke sana aku naik bus antar kota, kemudian naik taksi ke rumah om Frans. Di rumah om Frans aku disambut tante Yana (juga bukan nama sebenarnya), istri om Frans, karena om Frans sedang ngantor. Menurutku tante Yana Lumayan cantik, tapi tubuhnya sudah melar meski tidak tepat juga kalau disebut gendut. Hehehe… Yah, semi langsing deh.

Om Frans dan tante Yana punya anak semata wayang yang baru lulus SMA dan sejak 2 bulan sebelumnya melanjutkan pendidikan sarjana di kota pelajar. Sebut saja namanya Dedy. Praktis di rumah itu hanya ada om Frans dan tante Yana saja.

Aku berencana menginap di rumah om Frans tak lebih dari 2 hari, karena kukira sudah cukup aku memperoleh data-data yang kuinginkan dalam kurun waktu tersebut. Oleh tante Yana aku disuruh menempati kamar Dedi di lantai 2 rumahnya.

Esok paginya aku diajak om Frans ke kantornya untuk menghimpun data yang kubutuhkan. DI sana aku seharian dan pulangnya bareng om Frans lagi saat bubaran kerja.

Selesai mandi dan makan malam aku minta ijin om Frans dan tante Yana untuk mengerjakan pengolahan data.

Kulihat jam dinding sudah menunjukkan pukul 11 malam. Aku mengantuk sekali, tapi mungkin karena udara dingin, perutku jadi lapar. Aku pun turun untuk mencari makanan di kulkas, siapa tahu ada biskuit atau apa pun yang bisa mengganjal perutku. Aku memang tidak bisa tidur kalau kelaparan.

Saat sampai di belokan tangga, kulihat ada cahaya yang berasal dari TV di ruang tamu yang remang-remang, karena kalau malam lampu di situ dimatikan. Kupikir om Frans dan tante Yana sedang nonton acara TV. Tapi yang bikin perasaanku tak enak, suara yang kudengar seperti desahan perempuan yang mengingatkanku pada film porno. Begitu kulongokkan kepalaku dari belokan tangga, kulihat TV memang sedang menyala. Tapi karena ukuran TV yang besar (kalau tidak salah 32 inch) dan jarak yang tidak terlalu jauh dari posisiku, aku bisa melihat kalau TV itu sedang menayangkan film porno yang pastinya dari DVD.

Kupikir om Frans yang sedang menonton. Tapi betapa kagetnya aku waktu melihat di sofa. Dalam keremangan cahaya yang hanya diterangi cahaya TV aku melihat tante Yana duduk dipangkuan om Frans. Keduanya telanjang bulat! Mereka sedang bercinta ternyata.

Aku yang tak menyangka akan melihat adegan itu, pelan-pelan melangkah mundur lalu menapaki anak tangga dengan berjingkat. Tapi baru beberapa langkah, rasa penasaran mengusikku. Sayang rasanya melewatkan adegan yang biasanya hanya kusaksikan di komputer. Pelan-pelan aku turun lagi hingga ke belokan tangga lalu jongkok. Melalui celah buku-buku di rak yang jadi penyekat antara tangga dengan ruang keluarga aku menyaksikan adegan percintaan antara om Frans dan tante Yana.

Beberapa menit setelah pangku-pangkuan, mereka berganti posisi jadi “doggy style”. Jantungku berdeguk kencang melihat aktifitas mereka berdua. Pasti mereka mengira aku sudah tidur hingga merasa leluasa melakukannya di ruang keluarga. Kulihat meja kaca di tengah ruang yang dikelilingi sofa dipinggirkan. Sebagai gantinya sebuah kasur busa diletakkan di atas karpet.

Setelah puas ber”doggy”, tante Yana berbaring di kasur, disusul om Frans menindihnya dan mulai melakukan aksinya. Dalam hati aku salut pada om Frans. Sudah berusia setengah abad, tapi masih memiliki power seperti anak muda. Begitu pun tante Yana. Desahan dan erangannya, meski lirih dan berbaur dengan suara TV, terdengar begitu intens. Sesekali kedua kakinya diangkat tinggi-tingggi, sesekali mendekap erat tubuh om Frans yang terus saja bergoyang. Meski perutnya buncit, tapi om Frans kelihatan energik sekali.

Yang membuat aku makin takjub pada mereka berdua, saat om Frans “keluar”, ia bergegas menggeser tubuhnya ke atas tante Yana hingga ke wajah tante Yana. Kemudian dengan sigap tante Yana meraih “milik” om Frans dan memasukkan ke dalam mulutnya! Kudengar Om Frans mengerang panjang, lalu rebahan di sisi tante Yana. Mereka saling berpelukan dengan mesra. Samar-samar kudengar nafas mereka memburu.

Kupikir mereka telah selesai, tapi aku belum berani beringsut dari tempatku. Aku khawatir mereka memergokiku. Aku jongkok saja di situ. Beberapa menit kemudian kuintip lagi mereka, siapa tahu sudah mulai beres-beres lokasi “pertarungan”, dan aku bisa segera kembali ke kamar. Kakiku sudah kesemutan karena kelamaan jongkok.

Ternyata om Frans memainkan tangannya di sela paha tante Yana. Kedua kaki tante Yana yang semula merapat pelan-pelan membuka, hingga jemari om Frans leluasa “bekerja” di bagian sensitif tante Yana. Lama-lama gerakan tangan om Frans makin cepat. Kulihat tante Yana menggeliat dan mengerang. Kedua kakinya makin terbuka lebar. Kemudian mereka saling berpagutan, sementara jemari om Frans terus saja beraksi. Hal ini membuat tubuh tante Yana meregang hingga pinggul terangkat dan bergoyang mengimbangi gerakan tangan om Frans.

Tampaknya mereka sangat bergairah gara-gara nonton video itu dan kemudian mempraktekkannya. Seperti sepasang pengantin baru yang tengah menikmati bulan madu. Mungkin sejak mereka hanya tinggal berdua saja di rumah menjadi leluasa melakukan aktifitas hubungan suami istri dan seolah menjadi bulan madu kedua.

Tak lama kemudian kedua kaki tante Yana kembali merapat dan pinggulnya pelan-pelan turun. Tangan om Frans masih terjepit di selangkangan tante Tana. TanteYana mencium om Frans lalu samar-samar kudengar tante Yana berkata “Enak sekali, pa” beberapa kali di sela nafasnya yang memburu.

Aku yang hanya nonton pun ikut terengah-engah, dan dadaku makin terasa sesak karena aku harus menahan deru nafasku. Begitu om Frans dan tante Yana mulai membereskan ruang keluarga, pelan-pelan aku menaiki tangga menuju kamar.

Aku agak menyesal ketinggalan adegan pembukaan percintaan om Frans dan tante Yana. Aku berharap besok malamnya mereka melakukannya lagi dan aku sudah siap jadi penonton gelap.


Usia makan malam esok harinya, aku ngobrol sebentar dengan om Frans dan tante Yana sambil nonton TV. Setelah itu, dengan alasan mengantuk, aku pamit kembali ke kamar. Padahal itu trikku agar mereka mengira aku segera tertidur dan mereka punya kesempatan untuk berasyik masyuk lagi di ruang keluarga.

Pintu kamar sengaja tak kututup rapat agar jika ada suara-suara “mencurigakan” aku bisa langsung menuju lokasi pengintaian. Namun kutunggu hingga jam 11 malam, keadaan masih saja lengang. Aku keluar kamar untuk memastikan ada tidaknya suara-suara itu. Ternyata memang tidak ada apa-apa. Suasana ruang keluarga gelap. Hanya ada cahaya lampu dari luar rumah.

Dengan hati kecewa aku rebahkan diri ke tempat tidur. Tapi mataku sulit terpejam karena membayangkan adegan ranjang om Frans dan tante Yana secara live yang kuharapkan terjadi lagi. Mungkin mereka pindah arena di dalam kamar, atau mungkin memang sedang tidak ada jadwal “bertempur” hari itu.

Pagi harinya aku berpamitan pada tante Yana untuk kembali ke kota asalku. Om Frans mengantarku sampai ke terminal bus, kemudian langsung ke kantornya.

Itulah sekelumit pengalaman rahasiaku yang tak terlupakan dan mungkin tidak akan pernah terjadi untuk kedua kalinya. (*)

Jika Anda berminat mengirim curhat, klik di sini.

Artikel Terkait Curhat