Pengalaman pahit ditinggal pacar yang terjadi 3 tahun lalu masih melekat kuat dalam pikiranku hingga sekarang. Sakit yang aku rasakan tak mudah untuk kulupakan begitu saja. Betapa tidak, D (nama mantan pacarku) pergi meninggalkanku saat aku telah serahkan segalanya karena aku sangat mencintainya.
Aku mengenal D ketika menghadiri acara ulang tahun teman SMAku. D adalah teman kuliah temanku yang berulang tahun. Saat pertama mengenalnya, D terlihat sangat simpatik. Wajahnya cakep, mirip Nicholas Saputra. Itulah yang membuatku langsung jatuh hati padanya. Ternyata iapun tertarik padaku dan kami menjadi cepat akrab.
Hari berikutnya kami mulai saling berhubungan melalui SMS. Seminggu kemudian D ingin ketemuan di sebuah restoran cepat saji. Dari ketemuan itulah kemudian berlanjut dengan ketemuan-ketemuan berikutnya hingga akhirnya D “nembak” aku. Tentu saja aku sangat senang karena aku sudah jatuh cinta padanya sejak pandangan pertama.
Hubungan kami berjalan lancar karena kedua orang tuaku juga menyukai D yang mereka nilai sopan dan ramah.
Aku sangat terlena dengan buaian cinta D hingga suatu ketika kami melakukan perbuatan yang seharusnya tidak boleh kami lakukan. Itu terjadi di kamar kos D di daerah Surabaya Timur. Awalnya aku menyesal, namun D meyakinkanku bahwa itu semua terjadi karena kami saling mencintai.
Sejak itu, kami makin sering melakukan hubungan terlarang dan aku benar-benar pasrah padanya. Tak ada lagi penyesalan karena D selalu menunjukkan sikap dewasa dan bertanggung jawab.
Namun kebahagiaan yang kureguk tak berlangsung lama. D makin jarang mengunjungiku. Hanya sesekali dia SMS, mengatakan kalau sedang sibuk dengan skripsinya. Hari-hari berikutnya tak ada lagi SMS untukku. Aku mencoba meneleponnya tapi tak pernah dijawab. Begitupun dengan SMSku. Ketika kudatangi rumah kosnya, teman satu kosnya bilang kalau ia sudah pindah kos. Sayang temannya tidak tahu kemana D pindah.
Akhirnya aku sadar kalau D telah mencampakkan aku. Kuserahkan kehormatanku padanya dan kini ia menghilang entah kemana. Tinggallah aku sendiri, meratapi kebodohanku. Aku sering mendengar cerita seperti ini, tapi justru kini aku mengalaminya sendiri.
Aku merasa sudah tak punya harga diri lagi. Tapi aku berusaha tidak menunjukkan kegalauan hatiku pada keluargaku. Aku selalu bersikap ceria seperti biasanya, walaupun dalam hati terasa sangat sakit dan malu karena memendam noda hitam yang tak akan hilang hingga akhir hayatku.
Pesanku kepada kaum wanita, janganlah mudah menyerahkan mahkotamu walaupun kau sangat mencintai pacarmu. Pertahankan tetap utuh hingga kalian disatukan dalam mahligai perkawinan yang sah.
