Cinta atau Nafsu?

Toha (nama samaran), 40 tahun :

Aku kenal X sudah cukup lama, karena tinggal satu kampung dengannya. Walaupun aku sudah pindah ke rumahku sendiri bersama istri dan 3 anakku di kota yang tak begitu jauh dengan kota asalku, tapi aku masih sering datang ke kampung itu untuk mengunjungi ibuku.

Dalam salah satu kunjunganku itulah aku bertemu dengan X yang kemudian berkembang menjadi sebuah hubungan gelap.

Ceritanya begini. Suatu sore, sepulang kerja aku mampir ke rumah ibuku untuk menyerahkan uang belanja buat ibu karena hari itu aku terima gaji. Pulang dari rumah ibuku aku bertemu X yang kelihatannya akan pergi. Karena ia berjalan kaki dan aku cukup baik mengenalnya sebagai seorang wanita yang aktif di organisasi kampung, akupun menghampirinya.

Setelah berbasa-basi sejenak karena lama tak berjumpa, aku menawarinya tumpangan ke tempat tujuannya, yaitu sebuah supermarket yang cukup besar di kotaku.

Entah apa yang kurasakan waktu itu, tapi yang jelas aku merasa nyaman memboncengnya. Entah karena wangi tubuhnya atau karena X tak canggung melingkarkan tangannya ke tubuhku hingga dadanya sesekali menyentuh punggungku saat motor berguncang. Karena tak ingin rasa nyaman itu segera berakhir, aku berdalih pada X bahwa aku juga akan membeli sesuatu di supermarket itu. Jadilah kami berdua berbelanja bersama.

Usai belanja aku memberanikan diri mengajaknya mampir di restoran cepat saji yang ada di dekat lahan parkir supermarket. Hatiku berbunga-bunga karena ia menerima ajakanku.

Saat makan itulah seolah jadi ajang curhat X. Ia menceritakan, bahwa sejak 5 tahun terakhir ini suaminya tidak lagi bekerja karena menderita stroke. Untung X punya keahlian merias pengantin, sehingga secara ekonomi tidak terlalu terpengaruh. Oh ya, hampir aku lupa. Usia X kira-kira lebih tua lima tahun dariku dan ia tak punya anak. Meski usianya hampir setengah abad, tapi ia terlihat tetap cantik dan awet muda. Mungkin karena kepiawaiannya dalam hal tat arias dan merawat diri.

Dari ngobrol berdua itu aku bisa melihat betapa besar perjuangan X, karena selain aktif dalam organisasi ibu-ibu kampung dan menjadi penata rias, ia juga menjadi relawan di sebuah panti asuhan.
Setelah makan, aku mengantar X pulang ke rumahnya. Sampai di rumah aku membohongi istriku. Kukatakan kalau ban motorku kempes di jalan.

Dan malam itu tidurku sedikit gelisah. Raut wajah X selalu membayangi benakku dan tanpa terasa aku mengkhayal bercinta dengannya. Aku berpikir, apakah aku jatuh cinta padanya?

Aku mencoba untuk melupakan X karena bagaimanapun juga itu salah. Aku sudah berkeluarga, demikian juga dengan X. Tapi dorongan dalam diriku begitu kuat, hingga akhirnya aku tak mampu membendungnya. Beberapa hari kemudian, saat jam istirahat kantor aku memberanikan diri menelepon X, dan X ternyata memberikan respon yang membuatku betah ngobrol dengannya. Selain enak diajak ngobrol, X juga terbuka.

Sejak itu aku dan X aktif menelepon atau berkirim SMS. Mula-mula pembicaraan kami hanya seputar kegiatan sehari-hari, namun lama-lama berkembang jadi lebih mesra dan pribadi.
Suatu hari, aku harus melakukan pekerjaan yang mendesak hingga harus lembur. Sekitar jam 7 malam, saat istirahat makan, aku sempatkan menelepon X. Agak lama aku menunggu hingga X menjawab teleponku. Katanya, ia sedang mandi dan saat itu juga membawa HPnya ke kamar mandi.

Tentu saja ucapannya yang polos membuatku makin berani menanyakan hal-hal yang menjurus seksual, seperti apakah ia telanjang bulat saat itu dan kukatakan terus terang padanya kalau aku jadi terangsang membayangkan tubuh sintalnya telanjang.

Aku bahkan berani memintanya untuk melakukan sesuatu pada dirinya yang membuatnya bergairah. Tak disangka, X menuruti kemauanku. Awalnya, aku mendengar desahannya lirih dan makin lama makin jelas. Sambil mendengar suara desahnya di telepon, aku berjalan menuju kamar mandi kantor. Di situ aku buka celanaku dan kumainkan bagian sensitif tubuhku pelan-pelan. Itu kukatakan padanya, dan ia pun mengatakan kalau ia juga tengah memainkan bagian sensitif tubuhnya. Sesekali ia menyebut namaku dengan nada penuh nafsu. Aku pun tak kuasa menahan nafsuku. Kami sama-sama mendesah, merasakan kenikmatan melalui suara dan tangan kami masing-masing, hingga akhirnya secara berbarengan mencapai klimaks.

Hari-hari berikutnya kami lakukan lagi, walaupun aku tidak sedang lembur. Aku sengaja pulang terlambat dan setelah ruang kantor kosong, kutelepon X untuk mereguk kenikmatan bersama melalui HP.

Perkembangan hubunganku dengan X yang makin “menegangkan” membuatku tak ragu untuk mengajaknya ketemuan langsung. Kiranya X merasakan hal yang sama denganku, yaitu ingin lebih dari sekedar melakukan di HP.

Kemudian, sesuai dengan kesepakatanku dengan X, pulang kantor aku menuju supermarket tempat pertama kali kami makan berdua. Dari sana kami langsung menuju hotel short time yang telah kupelajari lokasinya sebelum aku mengajak ketemuan.

Adegan selanjutnya sesuai dengan yang kubayangkan. Aku dan X bergumul penuh nafsu tanpa sehelai benangpun menempel di tubuh kami. Aku dibuat terkesima dengan aksi X di ranjang. Ia seperti harimau lapar yang menemukan seekor rusa gemuk. Beruntung aku bisa mengimbanginya, bahkan membuatnya mencapai klimaks sampai 3 kali malam itu. Usai pergumulan yang panas, entah disadari atau tidak, X berkali-kali mengucap terima kasih kepadaku. Sebagai laki-laki aku bangga bisa memuaskan hasratnya yang terpendam lama, sejak suaminya menderita stroke dan tak mampu memberinya nafkah batin.

Selain panas di ranjang, yang membuatku tergila-gila pada X adalah aroma tubuhnya yang wangi. Aku jadi tak henti-hentinya menciumi semua bagian tubuhnya. Ya, semua, terutama di bagian sensitif tubuhnya. Dan X sangat menikmati saat lidahku menari-nari di situ. Erangan dan desahannya yang lepas sangat mengesankanku. Belum lagi goyangan pinggulnya yang luwes mengimbangi hentakan tubuhku, sungguh membuatku tak ingin cepat-cepat pulang. Akhirnya, setelah ronde 2 berakhir kamipun meninggalkan hotel.

Sejak saat itu aku dan X rutin check in di hotel. Bisa dikatakan 1 bulan sekali kami ketemuan untuk menyalurkan hasrat biologis kami. Hotel yang kami datangi pun berganti-ganti. Dan biayanya selalu ditanggung oleh X. Modalku hanya sepeda motor untuk alat transport dan kemampuan memuaskan nafsu seks X yang menggebu-gebu.

Hingga kini, hubungan gelapku dengan X telah berjalan selama kurang lebih 3 tahun dan kami telah melakukan banyak hal bersama-sama, termasuk mengabadikan adegan ranjang kami dalam yang kurekam dalam HP.

Kadang aku bertanya dalam hati, cintakah aku pada X atau sekedar nafsu? Begitu juga dengan X, apakah ia mau melakukan semua itu denganku karena cinta atau aku hanya sebagai oase yang memuaskan rasa hausnya?

Sempat terpikir olehku untuk mengakhiri hubunganku dengan X, tapi aku seperti orang yang ketagihan. Meskipun aku telah mendapat kepuasan dari istriku, tapi belum lega rasanya kalau tidak melakukannya dengan X.

Memang kadang aku membandingkan antara istriku dengan X. Di ranjang, istriku boleh dikatakan tidak lagi agresif, bahkan sering menolak jika kuajak bercinta. Kalaupun mau, ia lebih banyak pasifnya. Sementara X sangat piawai melayaniku.

Gaya apapun yang kuinginkan selalu diturutinya, termasuk ketika aku ingin merekamnya melakukan masturbasi saat di hotel sebelum kami mulai bergumul.

Lagipula, jika kuakhiri hubunganku dengan X, aku khawatir ia akan jatuh ke pelukan laki-laki lain yang hanya ingin memanfaatkan uang dan tubuhnya.

Di saat aku bimbang untuk melanjutkan atau mengakhiri, suatu ketika aku mendapat kabar dari ibuku kalau suami X meninggaldunia. Kalau tak salah waktu itu sedang libur lebaran dan aku tidak mudik ke rumah ibuku, tapi ke orang tua istriku di kota lain. Jadinya aku tidak bisa segera melayat saat itu juga.

Menjelang satu hari libur berakhir, aku dengan istri dan anak-anakku berencana mampir ke rumah X setelah dari rumah ibuku untuk bermaaf-maafan. Tapi kata ibu, X belum kembali dari desa asal suaminya di mana suaminya dimakamkan di sebuah desa di Jawa Tengah.

Aku baru berani menelepon X setelah mulai lagi masuk kerja. Kata X, ia akan menetap di desa itu agar bisa merawat makam suaminya. Aku kecewa mendengar rencana X karena berarti tidak bisa lagi bertemu dengannya. Aku memintanya untuk ketemuan yang terakhir kali, tapi ia menolak dengan halus.

Beberapa hari kemudian aku mendapat informasi dari ibuku kalau rumah X di kampung itu akan ditinggali oleh salah satu kerabat almarhum suaminya. Saat itulah aku menyadari, mungkin ini saatnya hubungan gelap kami yang telah berlangsung lama harus berakhir.

Aku sadar telah melakukan dosa, tapi menghilangkan bayang-bayang X dan semua yang telah kami lakukan berdua dari benakku tidaklah mudah. Terlebih jika menyaksikan video kami beradegan ranjang yang kutonton di komputerku. Itulah sebabnya kuputuskan untuk menghapus semua rekaman itu dan berharap semoga kenangan bersama X pun lambat laun akan terhapus seiring dengan berjalannya waktu dan bertambah tuanya usiaku. (*)

Seperti diceritakan Toha kepada Tim JBSS.

Artikel Terkait Curhat