Tips Melupakan Mantan

Melupakan hal-hal manis bersama mantan kekasih bukan hal mudah, terlebih bila Anda dan dia putus secara baik-baik. Namun mutlak, hal itu harus dilakukan. Anda harus beranjak dari masa lalu, menghadapi masa depan dengan orang-orang yang Anda sayangi.

Mungkin Anda berdalih, "saya hanya ingin menjaga hubungan baik", atau "we're just friend". Anda perlu berhati-hati, sebab di situlah 'bahaya' mengintip. Siapapun tak akan bisa menjamin "bara" itu tidak akan kembali menyala. Tak terlalu masalah bila Anda berdua masih single, namun hal itu akan sangat menyakitkan bila Anda atau dia sudah sama-sama memiliki pasangan baru.

Cara terbaik melupakan mantan adalah dengan menghadapi kenyataan; bahwa Anda dan dia saat ini memiliki kehidupan sendiri. Bila Anda masih kesulitan, cobalah beberapa tips berikut. Agak keras, memang, tapi percayalah, ini akan berhasil!
1. Hindari curhat dengan mantan

Selama kita masih punya keluarga, sahabat, atau teman dekat sebisa mungkin hindari curhat-curhat dengan mantan pacar. Dengan alasan untuk menjaga tali silaturahmi, kadang-kadang banyak orang yang tetap berhubungan sebagai teman walaupun sudah tidak berpacaran lagi. Dan ketika bermasalah dengan pasangan yang sekarang, biasanya berusaha mencari tempat curhat yang lain, yaitu teman dekat atau bisa juga mantan pacar. Hal inilah yang bisa menjadi celah masalah baru akan timbul.

2. Putuskan kontak

Jangan berusaha menghubungi mantan pacar, baik lewat telepon, SMS, chatting maupun e-mail. Sebaliknya abaikan juga semua telepon, SMS, chatting dan e-mail darinya. Sangat tidak adil jika kita masih mengirim SMS kepada mantan, sementara kita sudah memiliki orang yang sangat kita kasihi.

3. Menghapus memori

Tidak perlu menyimpan benda-benda kenangan masa lalu, foto atau benda-benda lain yang pernah diberikan sang mantan kepada kita. Karena ketika benda itu masih dekat dengan kita, pasti kita akan mengingatnya terus.

4. Jangan bernostalgia

Usahakan jangan datang ke tempat-tempat yang pernah kita kunjungi bersama mantan pacar, sebab hal ini justru bisa membuat kita kembali teringat padanya.

5. Hapus profil mantan dari facebook

Hapus juga dia dari akun friendster atau situs jejaring sosial kita. Ekstrim. Tapi ini penting, untuk menghindari keinginan kita "mengintip" seluruh kegiatannya.

6. Lebih dekat dengan keluarga

Saatnya Anda lebih berkonsentrasi kepada orang yang jauh lebih peduli; keluarga dan sahabat. Jika Anda sekarang masih single, mungkin saja akan ada orang yang dapat mencintai Anda secara lebih pantas.

7. Tidak ada istilah "teman baik"

Banyak di antara kita yang berdalih sekarang hubungan dengan mantan sekarang hanya sebatas teman baik, sahabat. Namun perlu Anda ingat, persoalan akan menjadi lain kalau hubungan pertemanan itu diketahui oleh pasangan masing-masing. Kalau pasangan menyetujui, tidak masalah. Namun biasanya, pertemanan dengan mantan kekasih cenderung disembunyikan. Inilah yang menjadi bibit penyakit.

8. Menempatkan posisi kita ke dalam posisi orang lain

Coba saja kalau ternyata pasangan kita yang sekarang ternyata masih juga berhubungan dengan mantan pacarnya, apakah kita tidak akan cemburu? Orang-orang yang masih ingin berhubungan dengan mantan pacarnya sebaiknya berkaca pada diri sendiri dan menyadari apakah dia sendiri akan rela apabila hal seperti itu terjadi padanya. (dev/dila)

Sumber : suaramerdeka.com
readmore »»  

Tergoda Sang Mantan

Juwita (nama samaran), 45 tahun, somewhere :

Sudah sekitar 23 tahun saya berumah tangga dan dikaruniai 2 anak yang telah menginjak remaja. Selama ini rumah tangga saya berjalan harmonis, meskipun dari segi ekonomi kurang begitu beruntung. Suami saya adalah lelaki yang baik dan bertanggung jawab, sedangkan anak-anak saya (semuanya laki-laki) tergolong tampan dan pandai di sekolah.

Sekitar 2 tahun lalu saya bertemu mantan pacar saat acara reuni di Jakarta dengan teman-teman SMA yang tinggal dan mencari nafkah di sana. Waktu itu semuanya berjalan biasa saja. Kami saling bertukar cerita tentang keluarga masing-masing. Ia, sebut saja Romi, punya 4 anak dan dari ceritanya, ia tampaknya mempunyai karir yang cukup sukses.

Beberapa bulan kemudian saya menerima SMS dari Romi. Mula-mula jarang,tapi lama kelamaan makin sering. Sesekali ia menelepon dan kami ngobrol panjang lebar tentang banyak hal.

Entah kenapa, kemudian muncul rasa rindu jika ia tak mengirim SMS atau menelepon. Kalau rindu itu sudah tak tertahan, sayalah yang berinisiatif mengirim SMS. Tentu saja hal itu saya lakukan sembunyi-sembunyi. Suatu ketika, saat saya sedang mandi ponsel saya berbunyi karena ada SMS masuk dan anak kedua saya spontan membaca nama pengirim yang tertera di layar. Dengan polos ia meneriakkan nama pengirim SMS yang tak lain adalah Romi. Suami saya marah, karena ia tahu Romi adalah mantan saya. Beruntung ia tidak usil membaca SMS itu, dan saya jelaskan kalau hanya sekedar "say hello" darinya.

Sejak kejadian itu, saya ganti nama di ponsel dengan nama cewek dan saya makin keasyikan berSMS dan bertelepon ria dengan Romi. Wajah Romi pun selalu menghiasi pikiran saya setiap saat setiap waktu, misal sedang nonton TV, memasak, mau tidur, atau bangun tidur. Saya jadi suka berkhayal sedang bermesraan dengan Romi, meskipun saat itu sedang bermesraan dengan suami.

Saya sudah berusaha sholat malam agar bisa melupakannya, tapi tidak bisa. Justru keinginan saya untuk bersama Romi makin kuat.

Apakah saya termasuk selingkuh? Apa yang harus saya lakukan?

Jawab :

goasksuzie.com
Ibu Juwita di somewhere. Tampaknya Anda sedang jatuh cinta. Dan jatuh cinta tidak memandang usia, pendidikan, agama, maupun status perkawinan. Banyak kasus seperti yang Anda alami, dan jika Anda jujur dengan mengatakan bahwa cinta Anda sebatas berkhayal, bisa dikatakan itu masih dalam batas wajar.

Mengutip lirik lagu almarhum Gombloh, "Kalau cinta melekat, tai kucing rasa coklat", adalah ungkapan yang sangat tepat untuk menggambarkan perilaku orang yang sedang kasmaran. Semuanya tampak indah, meskipun sebenarnya mengandung kebusukan. Yang jadi masalah adalah, baik Anda maupun Romi, sama-sama sudah berkeluarga.

Sudah jamak terjadi, perselingkuhan berlanjut hingga ke tempat tidur. Di tinjau dari sisi apapun, hal itu jelas salah. Resikonya pun bisa sangat fatal, mulai dari kemungkinan terjangkitnya penyakit kelamin, HIV/AIDS, sampai hancurnya rumah tangga.

Menghapus cinta yang tumbuh, termasuk cinta terlarang seperti yang Anda alami, bisa sangat sulit. Sama sulitnya dengan menghentikan kebiasaan merokok. Meskipun pemerintah gencar mengkampanyekan bahaya merokok bagi kesehatan, tetap saja banyak kita jumpai perokok-perokok di sekitar kita. Demikian juga dengan cinta. Wanita akan serahkan segalanya kepada pria idamannya. Segalanya!

Apakah itu termasuk perselingkuhan? Ya, karena Anda telah membagi fokus pikiran Anda pada orang lain selain suami dan anak-anak Anda.

Sejumlah pakar seks menyatakan, bahwa ada perbedaan mendasar dalam hal selingkuh antara pria dan wanita. Pria bisa berselingkuh meski tak didasari cinta, hanya didasari nafsu syahwat semata. Sedangkan wanita butuh proses yang agak rumit sebelum akhirnya jatuh di pelukan pria lain selain suaminya. Ia melibatkan perasaan, dan dalam hal ini adalah cinta. Sayangnya, Anda tidak memberi tahukan apakah Romi sama tergila-gilanya pada Anda seperti Anda tergila-gila padanya.

Ibu Juwita, disadari atau tidak, Anda telah memupuk rasa cinta itu dan itu bisa sangat berbahaya. Sekali Romi "menawarkan" Anda untuk berbuat lebih jauh, check in di hotel misalnya, Anda tak akan kuasa dan tak berkeinginan menolak. Apa pun latar belakang pendidikan, pengetahuan agama, ataupun norma-norma yang ditanamkan pada Anda, semuanya itu hanya akan menjadi dinding rapuh yang dapat dengan mudah Anda robohkan.

"Anda sama sekali tak punya alasan untuk menjadi pembenaran atas tindakan Anda. Suami yang baik dan anak-anak yang sempurna. Apa lagi yang Anda cari? Apakah hanya karena kurang beruntung secara ekonomi dan kemudian melihat Romi yang sukses membuat Anda mengorbankan semua yang telah Anda bina bersama suami Anda selama 23 tahun ini?"

Jika ditimbang antara segi positif dan negatifnya, saya tak menemukan apapun yang bisa disebut positif. Semuanya hanya ada sisi negatif yang harus Anda pertimbangkan masak-masak, seperti :
  • Anak-anak Anda sudah menginjak usia remaja, yang artinya akan juga bisa menilai betapa salahnya Anda.
  • Dampak psikologisnya akan lebih besar pada anak-anak, karena bila kemungkinan terburuk terjadi, mereka akan dihadapkan pada pilihan yang tak mudah. Jelas itu akan mengganggu perkembangan psikologis dan pendidikan mereka.
  • Istri dan anak-anak mantan Anda pasti akan tersakiti juga andai Anda masuk ke kehidupan mereka.
  • Mantan adalah mantan yang Anda kenal di masa lalu. Orang berubah seiring berjalannya waktu. Mungkin dulu Anda mengenalnya hanya di permukaan saja, yang pastinya hal-hal baik. Pikirkanlah tentang ungkapan "Membeli kucing dalam karung". Artinya, tak ada kepastian bagi Anda untuk menjalani hidup yang jauh lebih baik dengan sang mantan daripada dengan suami Anda saat ini.
  • Sisa hidup Anda akan banyak diisi dengan kebohongan-kebohongan untuk mengamankan cinta terlarang Anda. Dan satu kebohongan akan diikuti dengan kebohongan lain. Resikonya, sekali ketahuan, Anda tak akan dipercaya lagi seumur hidup.
  • Secara moril, Anda akan menyandang gelar "bukan wanita baik-baik" di sisa umur Anda.
  • Akan selalu ada korban akibat perselingkuhan, dan korban itu adalah orang-orang yang Anda kasihi.
  • Usia Anda sudah mendekati masa menopause. Artinya kehidupan seks Anda akan menurun, sementara pria butuh seks berapapun usianya.

Untuk itu, nasihat terbaik yang bisa kami berikan adalah lupakan mantan Anda dan jalani hidup yang nyata. Berikut ini tips kami :
  • Jangan manjakan pikiran Anda dengan khayalan-khayalan yang memabukkan itu. Energi Anda akan terbuang percuma dan Anda akan makin tenggelam dalam khayalan semu yang tak berujung yang membuat Anda makin frustrasi. 
  • Lakukan aktifitas yang bermanfaat untuk keluarga, atau menyalurkan hobi, seperti memasak masakan yang belum Anda kuasai misalnya. Atau menjahit, merenda, dan lain-lain.
  • Jangan hanya berdoa untuk melupakannya, tapi tumbuhkan rasa bersyukur Anda atas rezeki yang Anda miliki saat ini. Rezeki tidak cuma materi, tapi juga kesehatan, kerukunan dalam rumah tangga, anak-anak yang tampan dan pandai, suami yang baik dan setia.
  • Ikuti secara aktif pengajian-pengajian guna mempertebal keimanan Anda.
  • Jangan tanggapi SMS atau telepon dari Romi. Bila perlu, ganti nomor ponsel Anda.
  • Tanamkan niat yang kuat untuk kembali ke jalan yang lurus.
  • Tanamkan juga dalam pikiran Anda, bahwa selingkuh itu salah, berdosa dan berbagai konsekuensi buruk lainnya.
  • Ingat-ingat kembali saat romantis Anda saat berpacaran dengan suami Anda atau detik-detik kelahiran anak-anak buah cinta Anda dengan suami. (jbss)

Semoga bermanfaat.
readmore »»  

8 Langkah Sederhana Jadi Lebih Bahagia

Kebahagiaan adalah sesuatu yang tak ternilai harganya. Oleh karena itu bahagia tidak hanya diukur dari memiliki mobil mewah atau perhiasan. Kebahagiaan sejati sesungguhnya berasal dari dalam diri dan membutuhkan upaya serta kerja keras untuk mencapainya.

Berikut adalah delapan langkah sederhana menjadi orang yang lebih bahagia seperti dikutip dari laman Shine :
1. Berhenti menjadi materialistis


Jika Anda menemukan kesenangan dalam sebuah benda atau sesuatu, maka kebahagiaan itu tidak akan bertahan lama. Sebab, Anda tidak akan pernah merasa cukup dengan apa yang Anda miliki. Selain itu benda bisa hilang atau rusak. Adapun menginginkan apa yang tidak Anda miliki bisa menciptakan ketidakbahagiaan. Oleh karena itu Anda harus selalu puas dengan apa yang dimiliki saat ini.

2. Tidak mendefinisikan diri dengan gelar

Seperti halnya harta benda, gelar juga bisa hilang. Jika Anda mendefinisikan diri Anda sendiri dengan sebuah pekerjaan atau peran, seperti menjadi doktor atau seorang ibu, Anda mungkin akan merasa kehilangan jika gelar tersebut diambil dari Anda. Anda perlu mencari kebahagian dalam diri Anda sendiri.

3. Menyingkirkan kekacauan di rumah

Rumah yang berantakan bisa menyebabkan kekacauan batin dan stres. Mulailah mengurangi kekacauan di rumah dengan membuang, menyumbangkan, atau menjual barang-barang yang tidak Anda gunakan atau butuhkan.

4. Bermeditasi

Meditasi adalah salah satu cara yang kuat agar seseorang lebih bahagia. Para ilmuwan menemukan bahwa orang yang terlatih melakukan meditasi memiliki aktivitas otak yang berbeda dibandingkan mereka yang belum pernah menjalaninya. Mereka yang terlatih melakukan meditasi merespons lebih baik terhadap situasi yang bisa menyebabkan kehilangan kontrol emosi.

5. Memiliki jadwal terstruktur

Anda perlu memastikan bahwa jadwal Anda diatur dengan baik. Makan pada waktu tertentu dan mempunyai jadwal tidur teratur.

6. Kelilingi diri dengan hal positif

Salah satu faktor terbesar kebahagiaan adalah berada di sekitar orang-orang yang positif. Orang yang negatif bisa memengaruhi suasana hati Anda.

7. Fokus pada kesehatan di setiap aspek kehidupan

Anda hanya bisa mencapai kepuasan sesungguhnya ketika setiap bagian dari diri Anda selaras atau harmoni.

8. Tulis daftar syukur

Membuat daftar hal-hal yang Anda syukuri dapat memperbaharui apresiasi Anda terhadap sesuatu yang selama ini Anda sepelekan. Menulis daftar syukur membuat Anda diri lebih fokus terhadap hal-hal positif dan bukan negatif.

Sumber : VIVAnews     |    Foto : newaromatictherapy
readmore »»  

Hati Hati! Percintaan Bubar Karena Teknologi

Selalu ada sisi positif dan negatif dari semua hal, termasuk teknologi. Jika tidak hati-hati, perkembangan teknologi yang harusnya memudahkan, justru bisa menganggu kisah cinta Anda.

Ada orang yang mendapatkan kekasih lewat Internet, tetapi ada juga yang dicampakkan pujaan hati lewat SMS. Kehadiran teknologi dalam dunia percintaan memang kini semakin maju. Bukan hanya sekadar alat penghubung tapi juga bisa berfungsi sebagai detektif sampai “satpam”. Nah, jika tidak hati-hati, kecanggihan teknologi yang baik malah bisa berbalik merugikan kehidupan cinta Anda. Waspadalah!


Sibuk sendiri

Ketak-ketik di BlackBerry atau telepon selular cerdas Anda hampir tak bisa berhenti bahkan sampai detik terakhir sebelum tidur. Sering kali Anda lebih fokus pada ponsel, ketimbang pasangan yang duduk manis di sebelah. Saat liburan, interaksi Anda berdua juga kerap kurang maksimal karena kehadiran gangguan yang masuk melalui gadget Anda.

Jangan biarkan gadget atau alat komunikasi lainnya mengurangi kualitas hubungan Anda dengan orang terdekat. Usahakan sebisa mungkin melupakan gadget Anda dan berbincang dengan kekasih, teman makan malam. Bagaimanapun sentuhan personal dan interaksi saat tatap muka penting untuk meningkatkan kualitas hubungan walau Anda sudah saling berkabar seharian lewat pesan singkat.

Prioritas pertama

Apa yang Anda lakukan ketika baru bangun tidur? Memeluk pasangan, mencium si buah hati, atau memeriksa pesan di ponsel Anda? Jawaban yang terakhir mungkin lebih banyak dipilih saat ini.

Sadarkah Anda bahwa saat ini si gadget andalan sudah berubah jadi prioritas ketimbang orang tersayang? Berapa kali Anda harus melepaskan genggaman saat menonton bioskop dengan kekasih karena harus memeriksa pesan? Kerap juga pembicaraan penting dengan pasangan terganggu karena ada tanda pesan masuk di ponsel.

Jangan membiarkan diri Anda “dijajah” gadget. Selalu tetapkan batasan kapan Anda bisa terus memeriksa pesan di ponsel dan kapan Anda bisa benar-benar fokus untuk berinteraksi dengan kekasih. Orang tersayang Anda pasti kecewa jika ia dinomorduakan, meski oleh benda elektronik.

Eksistensi

Semakin berkembang, Internet menjadi tempat untuk berbagai macam hal, termasuk tempat menunjukkan eksistensi. "Kok status Facebook kamu masih single, kan kita sudah jadian?"

"Pasang foto sama aku dong di avatar Twitter?"

Nah, hal kecil seperti ini sering jadi pemicu konflik. Kata sayang atau komitmen kini tak cukup lagi hanya ditunjukkan secara tatap muka langsung. Status di Internet pun penting untuk mengukuhkan sebuah hubungan. Jika kekasih keberatan, maka potensi konflik bisa terjadi.

Dianggap masih ingin cari pacar, tidak mau menunjukkan sudah punya istri, atau bahkan dituduh tidak sayang jika tidak mau memajang eksistensi orang tersayang di situs jejaring sosial! Padahal setiap orang punya alasan dan preferensinya masing-masing.

Bisa saja sang kekasih menolak mengungkap terlalu banyak kisah pribadi atau kehidupan cintanya di jejaring sosial karena lebih banyak menggunakannya untuk urusan pekerjaan. Bicarakan hal ini baik-baik dan jangan jadikan sebagai tuntutan.

Jika ia memang siap membuka kehidupan pribadinya ke publik, tanpa diminta pun ia akan senang hati memasang status in a relationship atau married di profil jejaring sosialnya.

Mata-mata

Penguntit atau stalker era masa kini memang berbeda dengan jaman Alfred Hitchcock. Sekarang, tak lagi perlu keluar rumah untuk mengetahui apa yang sedang dikerjakan kekasih, di mana ia berada, hingga dengan siapa ia pergi. Cukup intip-intip status jejaring sosialnya atau bahkan lengkapi ponselnya dengan aplikasi berbasis GPS sehingga mudah melacak keberadaannya.

Ini juga menjadi potensi konflik karena tak sedikit pasangan yang cemburu buta. Kekasih dan mantannya sama-sama 'check-in' foursquare di mal tertentu dan bukan berarti mereka sedang bersama. Bisa saja kebetulan.

Atau kasus lain, jika pasangan Anda terlalu sering mention seseorang di Twitter, maka Anda secara otomatis membuka profil orang tersebut: Siapa dia dan apa hubungannya dengan kekasih Anda.

Apakah dalam konfrontasi Anda lebih percaya Internet ketimbang ucapan pasangan? Apalagi jika pasangan saling tahu password. Secara berkala pasti akan ada aktivitas saling memeriksa inbox atau aktivitas dan pertemanannya di situs tersebut secara diam-diam.

Huft! Melelahkan sekali ya jadi kekasih zaman sekarang. Mungkin banyak yang sudah lupa pada yang namanya kepercayaan dalam suatu hubungan. Karena itu jangan lupakan komunikasi tatap muka langsung agar hubungan tetap kuat tanpa perlu sibuk menjadi penguntit di dunia maya.

Tuntutan baru

Sudah dibaca (“R”) kenapa belum dibalas? Kenapa dia nggak mau memberi tahu password Facebook? Tak sedikit juga pasangan yang meminta kekasihnya mengirim bukti foto tempat ia berada karena tidak percaya pada ucapan kekasih. Banyak tuntutan baru muncul dengan adanya perkembangan teknologi. Tuntutan ini seringkali menjadi sumber konflik jika pasangan belum memiliki dasar hubungan yang kuat.

Mudah menilai

"Pacar baru kamu narsisistik ya, lihat saja Facebooknya."

"Kayaknya teman baru kamu orangnya aneh deh kalau aku lihat Twitternya."

Ketika bertemu atau mendengar nama orang baru, tak jarang yang dilakukan adalah mencari akun jejaring sosialnya atau menelusuri namanya di mesin pencari. Hasil pencarian akun jejaring sosialnya pun bermacam-macam. Ada yang positif, ada yang negatif. Tapi sering hasil pencarian itu dijadikan bahan untuk menilai orang tersebut. Bisa jadi Anda membatalkan kencan hanya karena melihat “keanehan” pada akun jejaring sosialnya.

Seperti halnya jangan menilai buku hanya dari sampulnya, jangan pula menilai seseorang hanya dari akun jejaring sosialnya. Memang akun jejaring sosialnya bisa memberikan gambaran tentang orang tersebut, tapi tak ada salahnya bertemu langsung dan siapa tahu ia tak seperti yang Anda duga.

Selingkuh

Ini yang paling berpotensi menimbulkan konflik. Beberapa studi mengatakan aktivitas yang tinggi pada situs jejaring sosial bisa membuka potensi selingkuh. Kemudahan untuk menggoda dan berhubungan dengan teman lama bisa membuka pintu baru untuk main api. Sekadar berteman atau sudah masuk ke kategori selingkuh? Batasan flirting pun kini semakin abu-abu dengan adanya fitur-fitur di jejaring sosial.

Jangan biarkan hal ini terjadi pada hubungan Anda. Kuncinya, tetap pertahankan kualitas komunikasi dan kepercayaan dalam hubungan. Kuatkan hubungan Anda lewat interaksi secara langsung dan tetap saling berkabar lewat gadget andalan.

Jangan biarkan Internet dan gadget merusak hubungan cinta Anda yang begitu berharga.

Sumber : http://id.she.yahoo.com/ melalui slawiayucybernews.blogspot.com
readmore »»  

Tante Mia

Diva (nama samaran), 24 tahun, Karyawati Swasta, Purwokerto :


Saat melintasi ruang tamu itulah telingaku mendengar suara mendesah di antara suara TV yang menyala. Dengan rasa penasaran aku mengintip dari balik kaca ruang tamu yang tertutup korden tipis. Ya Tuhan! Di situ aku melihat Tante Mia tengah bersimpuh di depan seorang lelaki yang duduk di sofa. Celana jeans lelaki itu melorot hingga di kakinya dan Tante Mia yang setengah telanjang mengulum dengan buas “milik” lelaki itu ...


Ayahku adalah sulung dari 4 bersaudara. Saat ini ia tinggal di Wonosobo, Jawa Tengah, sebagai pensiunan pegawai negeri. Adiknya 2 lelaki (Om Beni dan Om Yudi, semuanya bukan nama sebenarnya) serta yang bungsu perempuan, Tante Mia (juga bukan nama sebenarnya). Usia Tante Mia hanya selisih 7 tahun lebih tua dari aku. Ia cantik, ditambah lagi hidungnya mancung seperti wanita Timur Tengah. Tante Mia kuliah di Bandung. Aku sendiri adalah bungsu dari 3 bersaudara. Kedua kakakku perempuan, sudah menikah dan tinggal di Wonosobo.

Waktu kelas 1 SMP, Tante Mia menikah dengan Om Joni (bukan nama sebenarnya), teman kuliahnya. Setelah menyelesaikan kuliahnya, mereka kemudian tinggal di Jakarta di mana Om Joni bekerja. Menurutku, Om Joni lumayan ganteng. Cocok kalau dapat istri secantik Tante Mia. Sementara aku, begitu lulus SMP di Wonosobo, aku melanjutkan SMA di Jogja. Semula aku kos di sebuah asrama putri dekat sekolahku. Setahun setelah tinggal di Jogja, Tante Mia yang tadinya tinggal di Jakarta, pindah ke Jogja mengikuti suaminya, Om Joni yang ditugaskan di kota Gudeg itu. Oleh ayahku, aku disuruh tinggal bersama Tante Mia, agar ada yang mengawasi dan membimbingku. Semula aku keberatan, namun karena Om Joni dan Tante Mia memaksaku, akhirnya aku pun menyerah pada keinginan mereka.

Tahun-tahun pertama tinggal di Jogja, Om Joni dan Tante Mia mengontrak sebuah rumah, yang menurut ukuranku yang berasal dari desa, tergolong mewah. Maklumlah, Om Joni dipercaya menduduki jabatan Kepala Cabang sebuah perusahaan swasta terkemuka yang berpusat di Jakarta. Meskipun awalnya menolak, tapi lama kelamaan aku betah juga tinggal di rumah Om Joni-Tante Mia. Apalagi aku menempati kamar yang lebih luas dari kamar kosku. Ada TV dan AC yang pula. Waah, senangnya ... Om Joni-Tante Mia benar-benar memperlakukan aku seolah aku anak kandungnya, karena hingga usia perkawinan mereka telah hampir 5 tahun, tapi tak kunjung mempunyai anak.

Hari demi hari berganti, tak terasa aku sudah menginjak kelas 3, semester 2. Aku pun mulai sibuk mempersiapkan diri mengikuti bimbingan belajar (bimbel) setiap hari Senin, Rabu dan Jumat sore agar bisa diterima di universitas negeri impianku di Jogja. Om Joni-Tante Mia lah yang membiaya bimbelku.

Suatu ketika, jadwal bimbel yang seharusnya hari Rabu sore dialihkan ke Kamis sore karena tentorku ada keperluan mendadak. Aku pun langsung pulang. Seperti biasa, untuk menuju kamarku aku harus melalui samping ruang tamu, karena ruang tamu selalu dalam keadaan terkunci, mengingat rumah kontrakan Om Joni-Tante Mia berada di kawasan perumahan baru yang masih rawan kejahatan. Saat melintasi ruang tamu itulah telingaku mendengar suara mendesah di antara sayup-sayup suara TV yang menyala. Dengan rasa penasaran aku mengintip dari balik kaca ruang tamu yang tertutup korden tipis. Ya Tuhan! Aku memekik dalam hati. Di situ aku melihat Tante Mia tengah bersimpuh di depan seorang lelaki yang duduk di sofa. Celana jeans lelaki itu melorot hingga di kakinya dan Tante Mia yang setengah telanjang mengulum dengan buas “milik” lelaki itu ... Kepalaku serasa berkunang-kunang melihat adegan itu. Tante Mia ternyata berselingkuh. Dan ia bebas melakukan itu di rumah karena Om Joni sejak dua hari lalu dinas ke kantor pusat di Jakarta serta mengira aku sedang mengikuti bimbel. Tanpa pikir panjang aku segera pergi meninggalkan tempat itu. Saat itu aku benar-benar bingung, tak tahu apa yang harus kulakukan. Dalam keadaan limbung akhirnya aku memutuskan untuk pergi ke toko buku di jalan Solo.

Sekitar jam 8 malam baru aku pulang. Seperti yang kuduga, lelaki selingkuhan Tante Mia sudah pergi, karena mereka pasti sudah memperhitungkan jam bubaran bimbelku. Ada rasa jijik ketika melihat Tante Mia waktu itu, tapi kupendam dalam-dalam perasaan itu. Rupanya Tante Mia membaca perubahan sikapku. “Kamu kenapa, Diva? Kok tumben kelihatan lesu,” tanyanya saat kami memulai makan malam. “Ah, aku agak nggak enak badan, Tante,” aku menjawab dengan agak tergagap. Aku lalu minta ijin padanya untuk membawa makan malam ke kamar, karena aku tak tahan harus bersandiwara seperti itu.

Sejak kejadian itu, aku jadi sulit berkonsentrasi. Di satu sisi aku merasa muak pada Tante Mia, tapi di sisi lain aku harus menghormatinya karena ia adalah adik kandung ayahku. Dan satu hal yang sangat mengganggu pikiranku adalah Om Joni. Aku merasa kasihan padanya. Bekerja keras untuk menafkahi istrinya tanpa mengetahui kalau istrinya telah mengkhianatinya. Hari hariku menjadi semakin berat karena aku harus menahan diri dan berpura-pura seolah tak ada apa-apa. Terkadang aku merasa letih harus menjalani hidup penuh kepalsuan seperti itu. Saat kelulusan SMA jadi terasa sangat lama, meskipun sebenarnya hanya tinggal beberapa bulan saja.

Aku bersyukur karena akhirnya aku lulus dan kemudian di terima di universitas negeri. Hanya saja aku tak mendaftar di universitas negeri di Jogja sebagaimana yang kuimpikan dulu. Aku memilih di Purwokerto untuk menghindari Tante Mia. Meskipun sudah tinggal jauh darinya, tapi ternyata pikiranku tentang Tante Mia tak juga sirna. Sejuta pertanyaan masih saja menggelayuti benakku. Kenapa Tante Mia tega melakukan itu, padahal dari segi materi ia sudah lebih dari berkecukupan? Sejak kapan ia mulai berselingkuh? Apakah sejak tinggal di Jogja atau sudah berlangsung ketika ia di Jakarta? Siapa lelaki yang jadi selingkuhannya itu? Bekas pacarnya? Tetangganya? Apa saja yang sudah dilakukannya bersama lelaki perusak rumah tangga orang itu?

Setiap lebaran aku selalu pulang ke rumah ayahku di Wonosobo. Karena ayahku adalah anggota keluarga tertua, maka semua keluarga besarku berkumpul semua di sana. Termasuk Om Joni-Tante Mia. Dan sejak lebaran pertama saat aku sudah tinggal di Purwokerto, aku selalu berusaha menghindari pertemuan dengan mereka. Begitu juga lebaran-lebaran berikutnya. Namun pada lebaran ke sekian (aku sudah lupa sebenarnya lebaran ke berapa) ada perubahan penampilan pada diri Tante Mia. Ia memakai jilbab dan sedang hamil 5 bulan. Kehamilan Tante Mia disambut dengan suka cita oleh seluruh keluarga besarku, tapi tidak olehku. Pertanyaan-pertanyaan yang dulu masih saja menghantuiku dan kemudian muncul tanya baru di benakku, sudah insyafkah Tante Mia? Anak siapa sebenarnya yang ada dalam kandungannya itu? Om Joni kah? Atau lelaki keparat itu?

Meskipun aku berusaha untuk bersikap masa bodoh, tapi rasa penasaran itu sulit kuhilangkan dari pikiranku, terutama ketika bertemu dengan mereka. (**)
readmore »»  

Cara Mengatasi Sifat Posesif yang Berlebihan


Posesif adalah sebuah sikap yang terlalu mengekang, terlalu banyak mengatur, banyak bertanya hingga detil serta cenderung mengintrogasi, dan kuatnya unsur kecurigaan dalam diri. Hal itu dilakukan karena adanya sikap tidak merasa percaya diri pada diri sendiri, takut kehilangan, dan keinginan untuk memiliki yang terlalu kuat dan bahkan keinginan untuk mengekang.

Dalam percintaan, setiap orang baik pria maupun wanita punya potensi menjadi posesif terhadap pasangannya. Posesif sebenarnya merupakan masalah yang umum terjadi pada setiap pasangan. Namun sikap posesif sebaiknya dihindari, apalagi jika tingkatnya sudah parah dan menyebabkan orang tak nyaman berada di dekat pasangannya sendiri.

Apa arti posesif dan apa penyebabnya?


“Posesif adalah suatu keadaan di mana seseorang merasa tidak aman dengan hubungan yang dijalani dan dirinya sendiri. Dia tidak percaya diri dan takut seseorang yang lebih baik merebut pasangannya,” jelas Psikolog Alexander Sriewijono, saat ditemui di Cilandak Town Square, Jakarta.

Contoh umum yang dapat kita lihat adalah: melarang pasangan untuk memiliki teman lawan jenis, mewajibkan pasangan untuk melapor kegiatan sehari-hari dll
Dikutip dari Dating Tips, posesif juga bisa disebabkan karena rasa cemburu yang berlebihan dan ketakutan jika kekasihnya tidak mencintainya lagi. Ketakutan tersebut menyebabkan seseorang selalu ragu dengan kesetiaan pasangannya dan berusaha mengontrol pasangannya. Sikap posesif yang berlebihan tidak membuat pasangan tetap dekat, tapi justru ingin melepaskan diri dari kekangan kekasihnya. Akibatnya, sikap posesif justru paling berpotensi menghancurkan hubungan asmara selama ini.

Beberapa peneliti berpendapat bahwa posesif bisa disebabkan karena trauma masa lalu. Misalnya saja, wanita jadi pencemburu karena pernah diselingkuhi pasangannya. Maka saat menjalin asmara dengan orang baru, ketakutan itu masih ada dan terus membayanginya, sehingga dia akan melakukan segala cara agar kekasih barunya tidak berpaling ke wanita lain.

Bagaimana mengatasi sikap posesif?

Jika Anda merasa memiliki sikap posesif dalam hubungan, ada beberapa hal yang bisa Anda lakukan untuk mengurangi atau menghilangkannya.

Cari Tahu Dari Mana Perasaan Posesif Datang

Ketahui penyebab Anda menjadi posesif. Apakah karena pernah kecewa di masa lalu, pernah dicampakkan atau pernah ada wanita yang menyukai kekasih Anda? Jika telah menemukan penyebabnya, segera introspeksi diri dan berusaha perlahan-lahan lepaskan trauma Anda di masa lalu.

Lepaskan Rasa Takut dan Tidak Aman

Cobalah belajar menghargai diri sendiri dan anggap diri Anda istimewa. Dengan menghargai diri sendiri, Anda akan lebih percaya diri dan yakin bahwa pasangan mencintai Anda karena Anda memiliki sesuatu yang spesial di matanya.

Hilangkan Rasa Ketergantungan dengan Pasangan

Orang yang posesif cenderung selalu merasa tergantung pada pasangannya, sehingga tidak bisa jauh-jauh dari pasangan. Coba beri waktu luang untuk diri Anda sendiri. Ajak teman wanita Anda untuk nonton film di bioskop, belanja, makan atau pergi ke spa bersama. Dengan begitu, Anda pun sadar bahwa ada kehidupan di ‘luar sana’ yang lebih luas daripada dunia Anda dan pasangan. Cara ini bisa menguntungkan kedua belah pihak; Anda dan pasangan. Karena pasangan pun bisa terbebas sejenak dan bisa menikmati ‘me time’ nya sendiri.

Hilangkan Pikiran Negatif

Fokus untuk lepaskan pikiran atau perasaan negatif terhadap pasangan dan diri sendiri. Mengurangi pikiran negatif bisa membuat Anda lebih santai saat menjalin hubungan. (**)

Sumber : kucoba.com
readmore »»  

Respon Atas Curhat “Amburadulnya Negeriku”

MohPahPoh :

Menarik sekali membaca curhat bung Darmawan yang berjudul “Amburadulnya Negeriku”. Saya sependapat dengannya, karena memang begitulah kondisi negeri ini saat ini. Setiap orang seakan-akan merasa berhak untuk memaksakan kehendak/ pendapatnya sendiri, atau mengeruk keuntungan sebesar-besarnya tanpa peduli bagaimana caranya.
Saya pernah berdiskusi dengan beberapa rekan yang sama-sama merasa prihatin pada menurunnya moralitas bangsa ini. Meskipun banyak yang tergerak untuk bertindak nyata menyuarakan keprihatinannya, tapi tak pernah ada respon serius dari pihak terkait. Bagai angin lalu saja. Semuanya sibuk (atau sok sibuk?) dengan urusan masing-masing, dan respon baru muncul setelah terjadi peristiwa. Bencana misalnya. Atau kecelakaan.

Kita biasa hidup dalam tekanan, ketakutan dan penindasan, bekerja jika ada perintah dari penguasa (kolonial).

Mungkin saja semua ini berakar pada sejarah bangsa kita. Tiga ratus lima puluh tahun lamanya kita hidup di bawah penjajahan Belanda, ditambah bonus tiga setengah tahun oleh bangsa Jepang. Waktu selama itu cukup bisa merubah budaya dan perilaku bangsa yang terjajah. Kita biasa hidup dalam tekanan, ketakutan dan penindasan, bekerja jika ada perintah dari penguasa (kolonial). Itulah sebabnya ada istilah kerja rodi atau kerja paksa. Turun temurun hidup dalam situasi seperti jelas akan berpengaruh pada perilaku generasi berikutnya. Seperti api dalam sekam yang sewaktu-waktu akan membakar habis seisi lumbung. Atau bom waktu yang siap meledak.

Nampaknya, tawuran antarwarga atau antarsiswa atau antarmahasiswa dan bahkan antarangggota dewan adalah wujud nyata dari api dalam sekam atau bom waktu itu. Kemerdekaan, atau dalam hal ini kebebasan, benar-benar diartikan sebagai kebebasan untuk melakukan apapun tanpa seorangpun boleh menghalangi, hingga pantas kiranya kalau disebut dengan kebrutalan.

Kenapa waktu kemerdekaan diproklamirkan kebrutalan itu tidak muncul? Bukankah itu saat yang tepat untuk mengapresiasikan kemerdekaan dengan bebas melakukan apapun tanpa tekanan atau tindasan dari kaum penjajah?

Kemungkinan yang paling mungkin adalah kharisma dari seorang Soekarno dan Hatta. Boleh jadi bagi rakyat yang baru merdeka, dua figur itu adalah orang yang paling pantas dihormati untuk membawa mereka pada kehidupan baru sebagai rakyat yang berdaulat, terbebas dari campur tangan pihak luar.

Wujud yang paling nyata dari rusaknya perilaku akibat penindasan bisa kita lihat di jalan raya. Di sana, satu-satunya “penindas” adalah rambu-rambu lalu lintas yang tak lain adalah benda mati. Polisi hanya siaga di titik-titik tertentu saja. Jadi saat kita duduk di jok kendaraan, seakan kebebasan (dalam hal ini bergerak) ada di genggaman kita. Perilaku main serobot, slonong sana slonong sini, melanggar rambu-rambu, sangat umum kita jumpai. Kalau ada polisi saja baru kita tertib. Itu pun belakangan bukan karena takut, tapi enggan mengurus tilang atau mengeluarkan sejumlah uang untuk “damai”. Tak ada sedikitpun kesadaran untuk berlaku sopan dan tertib di jalanan.

Di era orde baru yang berkuasa lebih dari 30 tahun, rakyat merasa seakan kembali tertindas namun dalam wujud yang lebih halus. Pada masa ini api yang nyaris padam kembali memercikkan bara yang kemudian membesar dan memanas di 1998. Terlebih saat mereka kemudian menyadari pemimpin yang baru tidak dapat membawa mereka pada kesejahteraan yang diimpikan. Kepercayaan pada pemimpin bangsa merosot tajam hingga titik terendah. Ini membuat rakyat, mau tak mau, bertindak sendiri dengan cara mereka sendiri agar bisa bertahan hidup di tengah kepincangan ekonomi yang makin “menyakitkan”.

Celakanya, naluri untuk menjadi makhluk merdeka berkembang tak terkendali menjadi perilaku beringas/ brutal di semua aspek kehidupan. Lebih celaka lagi, kebrutalan itu menjadi tontonan yang sewaktu-waktu dinikmati oleh mereka yang tak sepatutnya menyaksikan adegan itu. Lihat saja tayangan di TV. Tawuran massal menjadi konsumsi sehari-hari, dan ini ternyata menjadi guru yang sangat efektif dalam merusak moral anak-anak yang notabene adalah generasi penerus bangsa. Contoh yang paling faktual dari kemerosotan moral usia dini adalah terjadinya tawuran antarsiswa SD. Mereka belajar dari apa yang mereka lihat, baik langsung di TKP maupun melalui TV atau koran.

Aparat penegak hukum seolah tak berdaya menghadapi kasus-kasus kebrutalan di jalanan. Mereka tak lagi disegani. Lihat saja, ada aparat yang dilempar kotoran manusia saat mengamankan demonstrasi mahasiswa yang berujung bentrok. Kenapa demikian? Karena institusi baju coklat ini juga tak luput dari borok yang membuat kepercayaan pada kinerja mereka menurun drastis.

Ironis memang. Di satu sisi, banyak rakyat “berjuang” agar bisa bertahan hidup meski dengan cara-cara ngawur, di sisi lain, segelintir manusia yang seharusnya memperjuangkan nasib rakyat kecil malah lebih ngawur lagi, sibuk menggalang kekuatan demi sebuah kekuasaan, sambil menumpuk harta sebanyak-banyaknya. Bangsa ini sudah terjebak dalam lingkaran setan yang tak berkesudahan. Hanya Tuhan yang bisa merubah semua ini, melalui doa-doa tulus yang kita panjatkan agar bangsa ini tak makin terpuruk lebih dalam di lembah kehancuran. (mp2)
readmore »»  

Kuwahara

Cah Bagus (nama samaran), 33 tahun, PNS, Jogja :

Istilah kuwahara aku tahu dari teman kuliahku waktu aku kos di Malang sekian tahun yang lalu. Kepanjangannya Kurasa Wanita Hanya Racun. Wah, sadis ya ...


Tapi istilah itu yang sedang jadi idolaku sejak sekitar 15 tahun terakhir ini. Betapa tidak, setiap kali pacaran selalu putus di jalan. Dan kebanyakan aku yang ditinggalkan (kecian deh lu). Penyebabnya macam-macam. Ada yang jatuh cinta pada laki-laki lain, ada yang terpergok sedang jalan sama laki-laki lain, ada juga yang pindah kos begitu saja tanpa pemberitahuan sehingga aku kesulitan melacak! Yang paling parah, aku pernah pacaran dengan perempuan bersuami. Edan! Kalau kuhitung-hitung, sudah 7 kali aku pacaran dan semuanya gagal.

Aku bukannya tak mau introspeksi. Kuakui, aku seorang yang posesif. Aku tak suka pacarku terlalu banyak bergaul dengan teman laki-laki. Mula-mula mereka oke-oke saja dengan aturanku ini, tapi lama-lama minta bubar dengan alasan macam-macam.

Meskipun sering disakiti, aku tak pernah kapok untuk jatuh cinta. Walaupun pengalaman buruk itu membawaku pada satu kesimpulan, bahwa kesetiaan semakin langka, tapi aku yakin masih banyak perempuan yang akan jadi jodohku dan jadi istri yang setia. Dunia tak selebar daun kelor, bro!
readmore »»  

Mama, Aku Lesbian!

Putri Bulan (nama samaran), 47 tahun, somewhere :

Kata-kata itu yang selalu ingin aku ucapkan setiap kali Mama atau kerabatku menanyakan kapan aku naik pelaminan. Tapi semua hanya terucap dalam hati. Yang keluar dari mulutku adalah jawaban klise "Belum ada yang cocok".

Sebetulnya wajar saja mereka menanyakan itu, karena diusiaku yang hampir setengah abad ini aku masih belum punya calon pendamping. Rasanya itu memang tidak akan mungkin. Sejak remaja aku sama sekali tak tertarik pada laki-laki. Aku tak tahu kenapa, padahal aku punya banyak teman laki-laki yang ganteng.

Aku justru lebih suka melihat wanita cantik. Terutama yang berkulit putih bersih. Aku tahu, bagi orang normal, apa yang kualami ini termasuk dalam penyimpangan orientasi seksual. Itulah sebabnya aku menyimpan rapat-rapat perilakuku ini. Aku tak punya tempat untuk mengadu. Bahkan pada sahabat terdekatku sekalipun.

Dari segi karir, aku termasuk beruntung. Meskipun pendidikanku hanya sarjana muda, tapi bisa mencapai posisi Manajer di sebuah bank swasta nasional. Gajiku sudah lebih dari cukup untuk menghidupiku dan Mama. Papa sudah meninggal 10 tahun lalu dan aku seorang anak tunggal. Jadilah aku dan Mama hanya berdua saja di rumah.

Sampai sekarang aku masih berpikir, dari mana munculnya perilaku lesbian ini. Aku tak pernah mengalami masa lalu yang membuatku trauma atau alergi terhadap laki-laki. Waktu kuliah pernah kucoba untuk jatuh cinta pada teman satu jurusan yang tampaknya menyukaiku, tapi sia-sia.

Sebagai manusia normal, aku juga punya nafsu birahi. Malam-malam yang dingin, saat hasrat itu muncul dan tertahankan lagi, aku melakukan (maaf) masturbasi sambil membayangkan bercumbu dengan wanita cantik. Tapi setelah itu aku selalu menyesal. Menangis. Mengutuk diri sendiri. Kadang aku marah pada Tuhan, kenapa Ia jadikan aku begini?

Untuk mengisi kekosongan hidupku, aku mengangkat anak asuh. Saat ini aku punya 3 anak asuh usia SD. Kuundang mereka ke rumahku setiap libur. Kadang kuajak jalan-jalan ke mall atau ke tempat wisata. Bersama mereka aku bisa merasakan kegembiraan. Kebahagiaan. Walaupun sebenarnya dalam hati aku menangis.

Aku tak lagi berharap jadi normal dan punya pasangan hidup, karena mungkin semua ini sudah digariskan oleh Tuhan.
readmore »»  

Kangen Teman Lama

Virgo Boy (nama samaran), 23 tahun, Denpasar :

Waktu SMP aku punya teman yang amat sangat baik. Namanya Joko. Joko Supriyanto atau Joko Suprayitno, aku lupa, karena aku dan teman-temanku yang lain selalu memanggilnya Joki. Aku sangat berhutang budi padanya. Dari kelas 1 sampai kelas 3 kami selalu satu kelas waktu sekolah di SMP di Probolinggo dulu. Terus terang aku anak yang malas belajar. Kerjaanku tiap hari main PS (waktu itu masih PSX), sehingga mengerjakan PR pun sering kuabaikan.


Beda dengan Joko. Keluarganya kurang mampu. Untuk membiayai hidupnya dan 2 adiknya, ibu Joko menyewa kios di pasar. Ia biasa membantu ibunya berjualan di pasar. Meskipun begitu ia sangat rajin belajar. Setiap pulang sekolah ia menjaga kios, bergantian dengan ibunya. Di kios ia masih sempat belajar atau mengerjakan PR. Aku sering minta bantuannya, termasuk pinjam catatan pelajarannya. Kalau besoknya ada ulangan, aku sering minta Joko belajar di rumahku. Ia sangat telaten mengajariku.

Saat lulus SMA orang tuaku pindah ke Denpasar, Bali. Sejak itu, hingga aku lulus kuliah, aku tak pernah lagi bertemu Joko. Aku mencarinya melalui facebook, tapi nama Joko banyak sekali. Pernah sekali waktu aku datangi rumahnya di Probolinggo, tapi sudah digusur jadi komplek perumahan. Begitu juga dengan pasar tempat ia berjualan.

Aku harap dia baik-baik saja. Ia anak yang pandai. Ia pasti sudah sukses sekarang. Semoga aku masih punya kesempatan untuk bertemu dengannya. Aku ingin mengucapkan terima kasih atas bantuannya dulu.
readmore »»  

Tuhan, Terimalah Tobatku ...

Bandot, 44 tahun, karyawan swasta, somewhere :
Hai, sebut saja aku Bandot. Aku ingin berbagi pengalaman 7 tahun yang lalu, yang kurasakan begitu indah pada saat menjalaninya, namun di sisa hidupku ini terus saja menghantui malam-malam menjelang tidurku.


Usiaku 37 tahun waktu itu dan sudah membina keluarga dengan Santi (bukan nama sebenarnya) selama hampir 10 tahun serta dikaruniai 2 orang anak. Santi memilih untuk berhenti dari pekerjaannya saat hamil anak pertama kami. Ia adalah seorang muslim yang taat beribadah, sementara aku “hangat-hangat tai ayam”.

Aku bekerja di sebuah perusahaan swasta bagian Pemasaran dan masih staf biasa. Karena pekerjaan itulah aku berkenalan dan kemudian akrab dengan, sebut saja, Rina. Rina adalah supervisor stock opname di perusahaan yang menjadi rekanan perusahaanku. Meski usianya terpaut 5 tahun lebih muda dari aku, tapi karirnya lebih dahulu melejit. Aku sudah cukup lama mengenalnya, sejak ia masih berstatus staf. Aku bahkan menghadiri pernikahannya waktu itu, saat anak pertamaku berusia 5. Di mataku Rina adalah seorang wanita yang supel dan ramah, selain juga cantik, mirip Desy Ratnasari.Tapi jujur tak ada rasa tertarik sama sekali padanya, terlebih ketika ia telah berstatus istri orang. Hubungan kami pun berjalan biasa, sebatas rekan bisnis. Frekuensi pertemuanku dengannya pun tergolong jarang. Paling cepat 1 bulan sekali.

Secara tak terduga, kami bertemu dalam satu acara pelatihan di kota B, Jawa Barat. Bertemu dengan orang yang kita kenal baik di kota yang jauh dari kota asal tentulah hal yang sangat menggembirakan bukan? Apalagi kalau kita masih asing di kota itu. Karena masih asing itulah aku berangkat 1 hari lebih awal dari jadwal pelatihan dan mencari hotel yang terdekat, sedangkan Rina baru datang pagi hari menjelang acara pelatihan dengan menumpang kereta api. Ia mandi dan berdandan di stasiun kereta api lalu langsung menuju lokasi pelatihan. Ia pun sudah punya langganan hotel di kota itu dan kebetulan juga berdekatan dengan lokasi pelatihan. Pelatihan hari pertama usai jam 4 sore dan kami berjalan bersama menuju hotel masing-masing.

Malam harinya kami makan di warung tenda di seberang hotel Rina. Menunya kesukaan kami berdua, pecel lele. Harganya pun tergolong murah dan sangat terjangkau uang saku dinasku. Bahkan berlebih. Saat sedang asyik menikmati hidangan, tiba-tiba hujan turun, membuat udara makin dingin.

Entah setan apa yang merasukiku. Usai makan dan sambil menunggu hujan reda aku mengucapkan sesuatu yang tak pernah kurencanakan sebelumnya.
“Rin, boleh nggak aku ngomong sesuatu ke kamu?”, kataku disela gemercik air hujan.
“Ngomong apa, bang?” tanya Rina sambil menyeruput teh hangatnya.
“Terus terang sudah lama aku naksir kamu. Maaf ya, Rin”, aku ucapkan itu sambil memandang jari-jemarinya yang lentik.
“Ah, abang. Jangan bercanda, bang. Nanti kalau ada setan lewat lho”, jawab Rina sambil tersenyum.
Aku tertegun sejenak mendengar jawaban Rina. Kukiran ia akan memelototi aku dan marah, tapi ternyata ...? Ini membuat keberanianku bangkit. Spontan aku berujar “Sungguh, Rin. Berani sumpah!”. Spontan pula tangannya kugenggam. Lagi-lagi aku tertegun. Ia sama sekali tak berusaha menepis genggamanku, seolah-olah isyarat kalau ia membuka hatinya untukku. Aku makin erat menggenggam jemarinya, namun segera kulepaskan karena ada orang yang masuk ke warung tenda dan melewati meja kami. Sejurus kemudian kami membisu, sesekali saling berpandangan, sesekali melihat ke jalanan yang basah oleh hujan. Entah apa yang ada di benaknya, tapi aku merasa ia pun punya perasaan yang sama denganku.

Begitu hujan reda, kami pun berjalan kembali ke hotel. Kugamit tangannya saat hendak menyeberang jalan yang ramai, dan kami terus bergandengan sampai di pintu lobi hotel Rina. Kuantar Rina hingga ke pintu kamarnya lalu aku pamit menuju hotelku. Malam itu aku tak bisa tidur. Aku masih tak percaya pada apa yang telah kulakukan. Aku juga tak percaya respon Rina yang tampaknya memberi harapan kepadaku.

Saat tengah melamun tiba-tiba nada SMS masuk ke HP-ku. Kukira dari Santi, ternyata nomor Rina. Kontan jantungku berdebar-debar. Jangan-jangan Rina melampiaskan kemarahannya padaku melalui SMS ini karena waktu di warung tenda tadi tidak memungkinkan. Dengan tangan gemetar kubuka SMS itu. Kira-kira begini bunyinya :
“Bang Bandot, aku juga suka sama abang, tapi tolong jangan sampai ini mengganggu keharmonisan keluarga kita masing-masing ya”. Oh, serasa terbang ke awang-awang aku membaca SMS Rina. Ingin rasanya aku mendatangi hotelnya, tapi aku masih bisa menahan diri. Lagi pula waktu menunjukkan jam 11 malam.

Malam itu aku tidur dengan hati berbunga-bunga dan tak sabar menunggu datangnya pagi.

Paginya, bergegas aku menuju hotel Rina untuk menjemputnya. Saat itu Rina tengah berbenah diri usai mandi. Setelah membukakan pintu untukku, aku masuk ke kamarnya dan ia melanjutkan berdandan di depan cermin, sedangkan aku duduk di ranjangnya. Dan, harum tubuhnya menggodaku untuk bangkit, mendekatinya, merengkuh pundaknya lalu mencium lembut rambut panjangnya yang terurai. Karena Rina diam saja dan masih sibuk berdandan, keberanianku makin menjadi-jadi. Kusibak rambutnya, lalu kucumbui lehernya yang jenjang. Saat itulah Rina menghentikan dandannya, mendesah lirih lalu membalikkan tubuhnya menghadap aku dan memelukku erat-erat.

Dalam situasi seperti itu aku tak mampu berkata apa-apa selain membalas pelukannya sambil mencumbui telinga dan lehernya. “Oh, bang ...”, desahnya. Naluri kelelakianku sontak meronta. Kukecup bibirnya. Kami pun berciuman dengan ritme yang semula lembut, lama kelamaan makin liar. Sambil berciuman itulah pelahan-lahan kugeser tubuh kami berdua menuju ranjang. Tapi saat sampai di tepi ranjang, Rina tiba-tiba menghentikan langkahku. “Jangan sekarang, bang ... Nanti kita terlambat”, katanya dengan nafas tersengal. Aku tahu ia sama bergairahnya denganku, tapi ia lebih mampu menguasai diri. Aku pun tak ingin memaksanya.

Tak seperti hari sebelumnya, usai pelatihan terakhir itu aku tak langsung kembali ke hotelku setelah mengantar Rina. Aku mampir di hotelnya dan berharap bisa melanjutkan percumbuan yang tadi pagi tertunda, karena esok kami harus kembali ke kota asal kami dengan kereta api pagi. Jujur saja, saat pelatihan berlangsung, aku sama sekali tak berkosentrasi menyimak materi yang disajikan. Pikiranku hanya tertuju pada Rina, Rina dan Rina. Dan aku sudah tak sabar menunggu saat itu. Begitu masuk kamarnya, kurengkuh tubuh indahnya dan kami kembali melakukan percumbuan, bagaikan sepasang kekasih yang lama tak berjumpa dan menahan kerinduan yang sangat dalam. Dan, berakhir dalam keletihan yang sensasional.

Itulah awal dari semua konflik batin yang menderaku hingga ini. Aku tak pernah membayangkan akan seperti ini jadinya. Saat itu memang aku benar-benar terbuai oleh nikmatnya sebuah hubungan gelap. Betapa tidak. Sejak kejadian di kota B itu, intensitas pertemuanku dengan Rina makin sering. Tentunya bukan untuk urusan pekerjaan, tapi menyalurkan hasrat yang meletup-letup di hotel. Rina benar-benar wanita yang tahu bagaimana menyenangkan pria. Ia memperlakukan aku seolah aku ini suaminya. Bahkan ia rela bergantian membayar biaya hotel denganku. Dan yang membuatku tenggelam dalam lumpur dosa adalah karena aku bisa mewujudkan semua fantasiku dalam berhubungan badan dengannya. Semua adegan ranjang yang semula hanya kusaksikan dalam film biru sudah kulakukan bersama Rina. Ya, semuanya ... (maaf, dengan pertimbangan kesusilaan kami tidak dapat menuliskan semua fantasi yang secara blak-blakan diceritakan Bandot di sini. Red.)

Tanpa terasa skandal itu berlangsung selama 5 tahun dengan aman. Entah dengan Rina, tapi aku cukup punya banyak alasan kepada Santi untuk melakukan aksi gila-gilaanku dengan Rina. Aku jadi sulit membedakan, apakah semua yang kulakukan itu didasari cinta atau sekedar mengumbar syahwat saja.

Suatu ketika, aku jatuh sakit dan harus dirawat di rumah sakit karena radang usus. Satu minggu aku terbaring di sana dan Santi menunjukkan kecintaan dan kesetiaan seorang istri kepadaku. Saat sedang parah-parahnya sakitku ia rela tidur di rumah sakit menjagaku, sementara anak-anak di rumah diasuh oleh kedua orang tua Santi. Entah kenapa dalam sakit itu aku melihat Santi tampak sangat cantik berbalut jilbab yang dikenakannya sejak pertama kami menikah. Aku kerap mencuri-curi pandang padanya dan tiba-tiba saja penyesalan dan perasaan bersalah menyeruak di batinku. Betapa selama ini aku telah mengkhianati kesetiaannya, mengumbar nafsu dengan kebohongan demi kebohongan. Ia sibuk mengurus anak-anak dan aku bersenang-senang dengan wanita lain.

Pulang dari rumah sakit aku masih harus bed rest di rumah dan dalam kurun waktu masa istirahatku sekitar 1 bulan itulah mata hatiku makin terbuka lebar. Istriku punya kebiasaan mengikuti acara ceramah agama di TV setiap pagi dengan volume dikeraskan karena itu dilakukan sambil mengurus anak-anak, memasak dan bersih-bersih rumah. Mau tak mau aku pun turut mendengarkan walaupun aku berada di dalam kamar. Bila kuperhatikan, dari hari ke hari permasalahan yang dibahas kebanyakan adalah perselingkuhan! Ini membuat telingaku terasa panas, seolah-olah menyindir kebejadanku selama ini. Seolah-olah ribuan mata menatapku dengan pandangan mencibir. Ya Tuhan! Sebetulnya sejak dulu aku tahu berzina itu dosa, tapi kenapa kulakukan juga? Setan benar-benar telah menguasai pikiranku hingga mengabaikan norma-norma itu.

Aku merasa, sakit yang kuidap itu adalah cubitan dari Allah untuk mengingatkanku agar kembali ke jalan-Nya. Aku merasa, itu adalah saatnya aku bertobat. Dan aku bersungguh-sungguh sadar telah melakukan kesalahan yang teramat besar. Aku tak lagi berhubungan dengan Rina, bahkan untuk sekedar mengirim SMS. Kami makin jarang bertemu, karena 1 tahun setelah itu aku dipromosikan jadi asisten manajer, di mana aku tak perlu lagi kesana kemari menawarkan produk ke rekanan. Tampaknya Rina pun menyadari kalau aku mulai menjauh. Meski begitu, aku masih bersahabat baik dengannya. Bila bertemu, kami bersikap seolah tak pernah terjadi apa-apa antara kami berdua.

Namun, ada satu hal yang hingga kini selalu menyiksa batinku. Dosaku sudah teramat besar. Meski aku makin rajin beribadah, baik yang wajib maupun sunnah, rasanya itu tak akan mampu menebus dosa masa laluku. Aku takut Allah menutup pintu tobat untukku. Yang kupikirkan adalah, apakah kegalauanku ini merupakan hukuman dari-Nya?

Ya Tuhan, terimalah tobat hamba-Mu yang hina ini.(mp2)
readmore »»  

Ketagihan "Self Service"

Sonny (nama samaran), 15 tahun, pelajar, Sidoarjo :

Saat ini aku kelas 3 SMA swasta di Sidoarjo. Aku sangat pusing dengan kebiasaanku melakukan onani (masturbasi, red.). Hampir setiap hari aku melakukannya. Memang terasa nikmat, tapi setelah itu aku selalu dihinggapi rasa bersalah. Juga takut.

Dari artikel-artikel yang kubaca, baik di majalah, koran, dan internet aku tahu efek buruk dari onani yang berlebihan. Selain rasa bersalah, katanya bisa menyebabkan ejakulasi dini, mani (sperma, red.) encer, dan impoten. Aku takut jika memikirkan itu, tapi sulit sekali menghilangkan kebiasaan onaniku. Kalau melihat cewek cantik aku langsung terangsang. Apalagi nonton film porno. Kalau nontonnya lagi sendirian di kamar, aku pasti onani. Kalau filmnya panjang, aku bisa onani lagi 2 - 3 kali.

Setahuku, juga dari artikel-artikel yang kubaca, cara untuk menghilangkan kebiasaan onani adalah berolah raga. Katanya habis olah raga badan capek, jadi lupa onani. Tapi nyatanya, secapek apapun, kalau nafsu sudah diubun-ubun, pasti aku onani juga. Pusiiiing!!!

Tolong dong! Apa di blog ini bisa konsultasi?


Dari Tim JBSs :

Sdr Sonny, pada remaja seusia Anda, kebiasaan bermasturbasi/ onani adalah hal yang umum dilakukan. Bahkan aktifitas ini juga banyak dilakukan oleh mereka-mereka, baik laki-laki maupun wanita, yang berusia dewasa, antara 20 – 60 tahun (untuk pria) dan 20 – 45 tahun (untuk kalangan wanita), tetapi frekuensinya tentu tidak “serajin” Anda, tergantung pada munculnya libido (dorongan seks) dalam kondisi normal. Bagaimanapun juga, libido adalah naluri alamiah dari setiap makhluk hidup dan lazimnya disalurkan dalam sebuah hubungan yang sehat antara suami dengan istri. Dalam kondisi tertentu saja, onani dilakukan, biasanya untuk menghindari dosa yang jauh lebih besar, yaitu berzina (hubungan seks ekstra marital/ di luar nikah).

Hanya saja, seperti yang sudah Anda ketahui, jika dilakukan berlebihan ada kemungkinan (khususnya pada para pria), akan mengalami kesulitan untuk mengontrol orgasme yang kita sebut dengan ejakulasi dini. Selain itu, dari segi psikologis, dikhawatirkan akan berpengaruh pada kemampuan ereksi, di mana “penghobi” onani akan bisa ereksi hanya jika berfantasi terlebih dahulu disertai dengan ketrampilan tangannya memainkan alat kelaminnya, bukan dari rangsangan yang ditimbulkan dari pasangannya. Belum lagi adanya perasaan berdosa. Hal ini jelas akan menjadi masalah tersendiri bagi keharmonisan hubungan suami istri. Pada remaja seusia Anda, dampak yang paling buruk adalah berkurangnya konsentrasi belajar.

Memang dapat dipahami, bahwa dengan berkembangnya teknologi, kita jadi sangat mudah mendapatkan gambar-gambar/ video porno dan hal-hal lain yang menjurus pada kemaksiatan, di mana peredarannya bukan saja dari situs-situs internet, tapi juga dari ponsel ke ponsel antar teman sekolah atau tetangga. Namun bukan berarti semua itu tidak bisa diredam.

Ada banyak cara untuk menghentikan kebiasaan buruk ini, di mana intinya adalah mengalihkan hasrat seksual dan menyalurkan energinya pada kegiatan yang positif dan bermanfaat, seperti :
  • Olah raga
  • Menekuni hobi (melukis, memelihara ikan hias, fotografi, dan lain-lain sesuai dengan minat Anda)
  • Kerja bakti (bersih-bersih kamar, mengecat pagar rumah, atau menyapu halaman, misalnya)
  • Memperbanyak ibadah
  • Menambah wawasan keagamaan
  • Aktif berorganisasi, dan lain-lain

Namun yang terpenting dari semua itu adalah niat. Anda harus tanamkan kuat-kuat niat untuk berhenti beronani. Jika Anda muslim, saat libido datang, segeralah berwudhu. Wudhu tidak hanya mensucikan anggota tubuh, tapi juga pikiran. Akan lebih baik jika Anda membiasakan diri berpuasa (Senin - Kamis, misalnya). Selain itu, jauhkan berinteraksi dengan hal-hal yang dapat memancing libido Anda, seperti video/ gambar-gambar porno. Yakinkan kalau itu tak berguna, bahkan merusak mental. Jika melihat wanita cantik/ seksi, jangan lihat mereka dari sisi nafsu dan obyek seksual, tapi pandanglah sebagai wanita terhormat, sebagaimana Anda menghormati Ibu Anda.

Untuk melengkapi jawaban kami, berikut ini link yang mungkin bisa membantu Anda berhenti melakukan "self service" :
- Dari sudut pandang agama
- Dari sudut pandang kesehatan

Semoga bermanfaat.


Catatan Admin :

Saat ini Tim JBSs sedang menjajagi kemungkinan untuk bekerja sama dengan konsultan yang berkompeten di bidangnya (psikologi, kesehatan, religi) guna membantu Anda yang membutuhkan solusi atas masalah yang tengah dihadapi.
readmore »»  

Antara Cinta dan Dosa

Larasati (nama samaran), 39 tahun, somewhere :

Canda kami berdua berlanjut. Entah bagaimana awalnya, Raffael tiba-tiba menjamah tubuhku. Dan, anehnya, seperti terkena pengaruh hipnotis, aku pun diam saja.


Lepas tengah malam, tiba-tiba HP-ku berbunyi, ”Tit... tit... tit ...” Sebuah pesan singkat berbunyi, "Yang, aku kangen banget sama kamu". Gombal, bisik hatiku sambil tersenyum kecut. Bagaimana mungkin Raffael bisa mengirim SMS demikian jika kemarin baru saja kencan denganku? Tetapi SMS itu tidak urung membuatku bahagia. Hatiku seperti tersanjung dan berbunga-bunga. Bayang-bayang wajah ganteng Raffael seolah terus menari di pelupuk angan dan lamunanku. "Gombal, bukankah kemarin kita baru bertemu?" jawabku via SMS juga. "Tidak sayang, aku nggak ngegombal. Suer, aku ingin sekali kamu berada di sisiku setiap waktu," cepat sekali Raffael membalas SMS-ku.

Duh, Gusti..., hatiku serasa meleleh. Kulirik suamiku, Arman, telah tidur pulas di sampingku. Sepintas, kuperhatikan Mas Arman dengan seksama. Tidurnya tampak damai sekali. Mungkin sudah dibuai mimpi-mimpi indah. Mungkin saja. Diam-diam aku telah merasa berdosa dengannya. Dengan Mas Arman. Dia telah berbuat banyak untuk keluarga. Untukku, dan untuk anak-anak kami pula. Mas Arman memang telah berbuat banyak. Sedang aku? Perasaan berdosa itu kembali menyelinap ke benakku yang paling dalam. Terus terang, Mas Arman memang lelaki yang tidak pernah aku cintai. Perkawinanku dengannya semata-mata hanya untuk memuaskan hati orangtua. Orangtuaku melihat Mas Arman lebih mempunyai masa depan, ketimbang Raffael yang "hanya" seorang pelukis itu. Orangtuaku “mengharamkan" kehadiran Raffael di hatiku, dan terus berusaha menyingkirkannya dari hidupku.

"Apa yang bisa kamu harapkan dari seorang pelukis seperti Raffael itu?" Ribuan kali ungkapan demikian meluncur dari bibir orangtuaku. "Jika kamu masih nekad jalan bareng sama dia, lebih baik kami kehilangan kamu!" Ultimatum itu membuatku yang nyaris tidak pernah kesulitan akhirnya keder juga. Ketakutan itu pula yang membuatku luluh. Dengan berat hati, terpaksa aku terima kehadiran Mas Arman sebagai suami "pilihan orangtua". Kami pun mulai membangun rumah tangga, dan aku berusaha mati-matian untuk melupakan Raffael. Tetapi prosesnya tidak semudah membalik telapak tangan. Lama sekali, baru aku bisa melupakan lelaki yang amat aku cintai dengan sepenuh hati itu.

Setelah perkawinanku dengan Mas Arman, Raffael sendiri seperti hilang ditelan bumi. Aku tidak tahu, di mana rimbanya si jantung hatiku itu. Tetapi kemudian aku memperoleh kabar dari beberapa kawanku, yang mengatakan Raffael nekad belajar melukis di luar negeri. Kabarnya, dia pergi ke Belanda setelah beberapa lama berkesenian di Pulau Dewata, Bali. Lama-lama memang aku berhasil melupakan Raffael. Aku pun mulai belajar mencintai keluargaku. Mencintai suami, dan tentu juga anak-anakku. Hidupku sepenuhnya aku persembahkan kepada mereka. Aku telah berjanji dalam hati untuk tidak akan mengecewakan mereka. Orangtuaku aku kira tidak salah memilih Mas Arman sebagai suamiku. Dia tidak saja baik, tetapi juga amat bertanggung jawab pada keluarga. Pekerjaannya pun sangat mapan. Perusahaan papa yang dikendalikan Mas Arman, makin hari makin menunjukkan eksistensinya. Papa dan mama pun puas sekali dengan hasil pekerjaan Mas Arman. Keberhasilan Mas Arman dalam mengelola sebagian usaha orangtuaku, sering kali membuatku ikut-ikutan merasa tersanjung. Perasaan ini mencuat, ketika papa memuji-muji Mas Arman. Bahkan, Mas Arman pun sering kali dijadikan tauladan buat memacu adik-adikku. "Contoh itu Masmu, Arman, kalau bekerja nggak pernah setengah hati". Demikian antara lain celetukan papa atas pujiannya pada suamiku di hadapan adik-adikku.

Ketika aku sudah hampir bisa melupakan Raffael, pertemuan tak terduga tiba-tiba terjadi. Suatu hari, iseng-iseng aku melihat sebuah pameran lukisan di Balai Pemuda, Surabaya. Bukan pameran lukisan tunggal, melainkan pameran lukisan bersama, ada sekitar tujuh orang pelukis yang berpameran. Mereka masih sangat muda-muda. Mungkin, baru dalam proses "membuat" nama sebagai seorang pelukis profesional di jagad seni rupa. Kedatanganku ke pameran itu pun sebenarnya hanyalah iseng. Ketika jalan-jalan di Surabaya, secara tak sengaja aku melihat sebuah pamflet yang ditempel di salah satu sudut kafe tempatku bersantap malam. Pamflet itulah yang memberitahuku adanya pameran lukisan karya tujuh perupa muda. Karena aku sendiri memang suka dengan lukisan, kesempatan itu tidak aku sia-siakan. Habis makan malam langsung saja aku ngeloyor pergi ke tempat pameran. Aku datang ke tempat pameran itu seorang diri. Nah, ketika sedang asyik-asyiknya menikmati sebuah lukisan yang menurutku cukup bagus, tiba-tiba bahuku ditepuk dari belakang. Aku terkejut, dan secara spontan langsung menoleh ke belakang. Tatapan mataku terbelalak. Aku tak percaya, kalau yang berdiri di hadapanku itu adalah Raffael, lelaki yang pernah singgah di hatiku. Raffael masih seperti yang dulu. Ketika aku mengucek mata dengan jari tanganku, tiba-tiba dia pun nyeletuk,"Kamu tidak sedang bermimpi, Yang … ini benar-benar aku, Raffael".

Ah, lelaki itu seperti tahu apa isi hatiku. Memang, pertemuan yang tak terduga-duga itu, aku kira hanyalah mimpi. Hampir-hampir aku tak mempercayainya. Sulit sekali bagiku untuk percaya bahwa pertemuan itu benar-benar terjadi. Bukan mimpi ataupun ilusi. Kami pun melewatkan pertemuan yang tak terduga-duga itu dengan ngobrol di salah satu sudut ruangan tempat pameran. Raffael menanyakan keadaanku sekarang, juga anak-anakku dan keluargaku. "Wah, tampaknya kamu bahagia sekali, ya," celetuk Raffael setelah bertanya-tanya tentang keluargaku. "Syukurlah kalau begitu, aku ikut bahagia," lanjutnya kemudian.

"Kamu sendiri, bagaimana? Berapa anakmu?" aku pun balik bertanya. Raffael tak segera menjawab. Dia hanya tertawa. "Aku masih jomblo hingga sekarang. Siapa yang mau kawin dengan seniman kayak aku begini?" kata Raffael membuat hatiku mendadak berdesir. Tiba-tiba aku pun teringat penghinaan orangtuaku terhadap Raffael. "Pelukis seperti Raffael itu tak punya masa depan," kata-kata papa kembali mengiang di telingaku. Aku pun buru-buru berusaha menetralisir keadaan, dengan melemparkan sebuah pernyataan kepada Raffael, "Ah, kamu ini, sejak dulu selalu saja merendah. Itu karena kamunya saja yang nggak niat". Raffael malah tertawa-tawa mendengar pernyataanku itu. "Kamu ini masih tetap seperti dulu, ya, pinter sekali menghibur orang," sergah Raffael tak mau kalah.

Begitulah, sejak pertemuan itu hubunganku dengan Raffael diam-diam kembali terajut.Yang membuatku amat terkesan, Raffael benar-benar tipe lelaki yang sangat romantis. Benda-benda pemberianku semasa SMA dulu hingga kini masih disimpannya dengan rapi di sebuah tempat khusus. Termasuk surat-surat cinta dan puisi-puisi yang pernah aku tulis khusus untuk dirinya. Yang membuatku paling terkesan, di salah satu sudut kamarnya terpajang sebuah lukisan, yang menurutku bagus sekali. Lukisan seorang wanita telanjang dengan lekuk-lekuk tubuh yang sangat eksotis. Meski aku merasa tidak pernah dilukis telanjang oleh Raffael, namun wajah wanita dalam lukisan itu mirip sekali dengan wajahku. Terus terang, aku sangat terkejut ketika pertama kali melihat lukisan itu. Aku pun sempat bertanya-tanya, kapan Raffael melukis aku telanjang bulat seperti ini?

Rupanya, Raffael menangkap kegelisahanku. Dia pun segera berusaha menjelaskan dan minta maaf padaku. "Maaf, ketika aku melukis ini, yang muncul dalam inspirasiku adalah wajahmu. Jadi, begitulah hasilnya. Tetapi kalau kamu tidak suka, gampang kok, aku bisa membakarnya sekarang juga," ungkap Raffael. "Di bakar? Lukisan sebagus ini akan kamu bakar? Ah, jangan! Aku suka kok," tiba-tiba aku tidak sampai hati melihat Raffael seperti itu. "Tetapi kamu nakal! Penjahat kesenian," kelakarku dalam kunjungan pertama kaliku di kediaman Raffael itu. "Penjahat bagaimana?" Raffael penasaran dengan istilahku. "Kalau ada yang lihat dengan lukisan ini dan kebetulan kenal dengan aku, apa nanti mereka nggak bilang kalau aku telah menjadi model lukisan telanjangmu," jelasku, yang dengan mudah dimengerti Raffael. "Kalau begitu, sekalian saja kamu sekarang telanjang terus aku lukis, biar aku nggak dibilang penjahat kesenian. Ha ... ha ... ha..."

Canda kami berdua berlanjut. Entah bagaimana awalnya, Raffael tiba-tiba menjamah tubuhku. Dan, anehnya, seperti terkena pengaruh hipnotis, aku pun diam saja. Bahkan, sesekali aku pun memberikan pancingan-pancingan yang membuat Raffael menjadi geregetan kepadaku. Diam-diam, sejak pertemuan yang tak terduga-duga itu, aku sering membuat janji kencan dengan Raffael. Sejauh ini, aman-aman saja. Mas Arman yang terlalu sibuk dengan bisnisnya, nyaris tak punya waktu untuk memperhatikan aku. Walau demikian, kadang menyelinap juga kekhawatiranku. Bagaimana kalau Mas Arman sampai tahu perselingkuhanku ini?

(Seperti yang dituturkan Larasati kepada Roy Pujianto)R.26
readmore »»  

Aku Bukan Pembunuh

Marni, Batam :

Di rumah kosong yang memang sangat sepi itu akhirnya kami melakukan perbuatan terlarang yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri.


Namaku Marni. Aku dibesarkan dari sebuah keluarga yang cukup bahagia. Meski gaya hidup keluarga kami sederhana tapi aku dan kedua adikku tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang. Kedua orangtua kami adalah orang-orang yang cukup ulet dalam bekerja dan senantiasa mengajari kami nilai-nilai agama yang kokoh, agar kelak bisa kami jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Sejak duduk di bangku SD, aku bercita-cita ingin menjadi perawat dan bekerja di rumah sakit. Tidak mengherankan jika sedang bermain dengan teman-teman, aku selalu memerankan diri sebagai seorang perawat. Selain itu jika di sekolah ada perayaan tujuh belasan dan kami diwajibkan berpawai dengan memakai kostum tertentu, aku memilih kostum berwarna putih dengan tutup kepala bertanda palang merah.

Cita-cita itu terus terbawa sampai aku duduk di bangku SLTA. Sayangnya setelah lulus SLTA aku tidak melanjutkan ke sekolah perawat, aku malah ingin bekerja. Pada saat bersamaan, aku mulai dilanda jatuh cinta pada salah seorang tetanggaku. Rumah kami memang berdekatan dan aku tidak pernah mengira akan jatuh cinta kepadanya. Nama pria itu Darman. la kakak kelasku di SLTA. Orangnya pendiam dan berwajah cukup ganteng. Sifat pendiam dan wajah ganteng itulah yang agaknya membuat jantungku selalu berdebar setiap berdekatan dengannya. Tak kusangka Darman pun memendam rasa yang sama dengan diriku. Singkat kata, kami berdua kemudian berpacaran.

Berbeda dengan aku, Darman melanjutkan sekolah ke sebuah akademi di kota lain. Karena itu otomatis kami hanya bertemu sebulan sekali, yakni saat ia pulang mengambil uang bulanannya. Karena aku sedang mencari kerja, dari salah seorang teman aku mendapat informasi bahwa Depnaker di Kota Solo, Jawa Tengah, kota tempat tinggalku, sedang mencari lulusan SLTA untuk dipekerjakan sebagai operator produksi di Pulau Batam. Tanpa sepengetahuan kedua orangtuaku, aku memasukkan lamaran kerja. Sebab aku khawatir jika mereka tahu, pasti tidak akan mengijinkan aku pergi merantau. Ternyata di luar dugaan aku diterima di sebuah perusahaan perakitan barang elektronik, dan akan segera diberangkatkan dalam waktu beberapa minggu lagi. Tentu saja aku sangat bahagia. Namun di tengah kebahagiaan itu tiba-tiba terselip perasaan khawatir kalau kedua orangtuaku dan Darman tidak mengijinkan kepergianku. Apalagi Pulau Batam sangat jauh dari tempat tinggalku.

Sebelumnya aku tidak pernah pergi sejauh itu. Namun, karena tekadku sudah bulat, kuutarakan juga kepada kedua orangtuaku niat pergi bekerja ke Pulau Batam. Dan, seperti yang sudah aku duga, orangtuaku dengan serta-merta menolak dan tidak mengijinkan aku pergi dengan alasan aku masih terlalu muda untuk merantau. Tapi dengan gigih aku terus meyakinkan mereka bahwa kepergianku adalah demi kebaikan keluarga. Kukatakan pada mereka bahwa sebagian gaji yang kukirim nanti bisa dipakai untuk melanjutkan pendidikan adik-adikku ke sekolah yang lebih tinggi. Kedua orangtuaku sangat terharu dan dengan hati yang berat mereka mengijinkan aku pergi. Sama dengan kedua orangtuaku, awalnya Darman keberatan dengan rencana kepergianku. "Kalau hanya untuk mencari kerja kenapa harus jauh-jauh kesana ? Di kota lain kan banyak juga pekerjaan," komentar Darman tentang rencana keberangkatanku. Tetapi Darman pun tak bisa berbuat apa-apa dan terpaksa melepasku setelah kuceritakan panjang-lebar tentang niatku pergi ke Pulau Batam.

Kami menangis berpelukan ketika bis yang membawaku ke Jakarta (sebelum terbang ke Batam) mulai meninggalkan kota kelahiranku. Kedua orangtuaku dan adik-adikku juga tidak kuasa membendung tangis saat aku pamit. Dua tahun aku akan bekerja di Pulau Batam berarti selama itu pula aku tidak akan bertemu orang-orang yang aku cintai. Wajah bapak, ibu dan adik-adikku serta Darman, datang silih berganti meski aku telah menginjakkan kaki di Pulau Batam.

Hari-hari pertama bekerja, aku belum merasa betah dan rasanya ingin kembali ke Pulau Jawa. Terlebih saat aku menerima surat dari orangtuaku dan juga Darman, aku tidak berhenti menangis. Aku sangat merindukan mereka. Keadaan semacam itu berlangsung selama beberapa bulan. Untunglah kesibukan di tempat kerja dan kegiatan di luar cukup banyak sehingga sedikit demi sedikit aku mulai merasa terhibur. Aku mulai terbiasa dengan pola hidup di Pulau Batam. Selain itu, aku juga tetap setia pada Darman meski tidak sedikit teman-teman pria yang menaksirku dan terang-terangan menyatakan cinta kepadaku. Tapi bagiku tempat Darman tidak tergantikan oleh siapa pun, meski kami berjauhan. Terlebih surat-suratnya selalu datang silih berganti, memberi semangat tersendiri bagiku setiap aku merasa jenuh dengan suasana kerja yang monoton.

Tak terasa waktu dua tahun berlalu. Masa kontrak kerjaku telah selesai, itu berarti tiba saatnya aku kembali ke Jawa dan bertemu keluarga serta Darman. Namun saat aku bersiap-siap untuk pulang, aku memperoleh informasi bahwa aku termasuk salah satu karyawati yang dinilai baik prestasi kerjanya dan mendapat kesempatan untuk memperpanjang kontrak kerjaku. Akhimya aku menandatangani perpanjangan kontrak dengan pihak perusahaan. Meski demikian aku masih memperoleh kesempatan untuk pulang ke Jawa selama beberapa hari. Akhirnya hari yang kunanti itu tiba. Aku dan teman-teman satu angkatan pulang dengan kebahagiaan tiada tara.

Perjalanan dari Batam ke Jawa yang cukup melelahkan itu, tidak terasa lagi saat bertemu Darman dan keluargaku. Kupeluk mereka erat-erat. Darman yang kulihat semakin matang berkali-kali mengucapkan kata kangen di telingaku. Aku benar-benar bahagia. Hari-hari selama menunggu saat aku harus kembali ke Batam, kuhabiskan dengan banyak mengunjungi sanak-saudaraku dan tentu saja juga berjalan-jalan dengan Darman. Melihatnya sekarang aku semakin bertambah cinta dan sayang kepadanya. Aku ingin menghabiskan sisa hariku sebelum kembali ke Batam, dengan orang-orang yang kusayangi. Dua hari sebelum kembali ke Batam, terjadilah peristiwa yang seharusnya belum boleh kulakukan dan kelak akan mengubah jalan hidupku.

Saat itu seperti biasa, aku dan Darman jalan-jalan mencari buah tangan yang akan kubawa ke Pulau Batam. Tidak seperti biasanya, kami tidak langsung pulang melainkan singgah di sebuah taman yang di dalamnya terdapat rumah-rumah kosong. Ketika itu gerimis kecil mulai turun sehingga kami memutuskan untuk berteduh di salah satu rumah-rumahan itu. Mulanya kami hanya saling berpegangan tangan sambil ngobrol ke sana ke mari. Tiba-tiba Darman mencium pipiku dan mengatakan bahwa ia sangat mencintai aku. Menurutnya selama aku pergi ia sangat tersiksa karena dilanda kerinduan yang dalam. Aku pun mencium pipinya. Saat kami masih bertatapan, kami berdua terus saja berciuman. Entah setan mana yang merasuki kami, di rumah kosong yang memang sangat sepi itu akhirnya kami melakukan perbuatan terlarang yang seharusnya hanya boleh dilakukan oleh pasangan suami-istri. Aku menangis tersedu-sedu saat menyadari bahwa kami telah berbuat terlalu jauh. Darman yang tampak kebingungan hanya memelukku erat sambil menenangkan diriku. "Tidak akan terjadi apa-apa kalau kita melakukannya cuma sekali," bisiknya sambil tetap memelukku erat.

Kami berdua merasa gundah tapi segera bersikap seolah tidak terjadi apa-apa sewaktu kami sampai di rumah. Padahal rasa nyeri di selangkanganku tak terperi rasanya, namun aku mencoba bersikap wajar. Tiba saatnya aku harus kembali ke Pulau Batam. Kali ini seperti dulu, saat mengantarku, orangtua dan adik-adikku saling bertangisan. Saat itu Darman nampak tak banyak bicara. Ia kembali menenangkan aku seraya membisikkan bahwa tidak akan terjadi apa-apa padaku akibat hubungan terlarang yang telah kami lakukan.

Setibanya di Batam, ingatanku tetap melayang pada kejadian itu. Terkadang aku dibayangi ketakutan jika tiba-tiba aku mengalami kehamilan. Terlebih saat aku baca sebuah buku tentang kehamilan yang dulu pernah aku beli. Menurut buku itu, kehamilan bisa saja terjadi meski hubungan intim yang dilakukan cuma sekali. Ternyata Tuhan memang menghukumku karena perbuatan terlarang yang aku lakukan bersama Darman. Menstruasi yang biasa datang pada pertengahan bulan, tiba-tiba tidak datang. Aku mulai panik. Aku memberanikan diri bertanya pada perawat di klinik tempat aku bekerja perihal menstruasiku yang tidak datang bulan ini. Perawat yang memeriksa hanya mengatakan bahwa mungkin saja aku merasa kecapekan atau merasa tertekan sehingga hormon dalam tubuhku mengalami perubahan dan berakibat pada siklus menstruasiku. Lega rasanya aku mendengar penjelasan itu, namun hal itu tidak berlangsung lama. Sebab pada bulan berikutnya, aku kembali tidak mengalami haid. Kali ini bahkan diiringi dengan rasa mual dan sakit kepala seperti umumnya dialami perempuan yang tengah hamil.

Kepanikanku kian menjadi. Diam-diam aku membeli alat tes kehamilan yang dijual bebas di apotik untuk meyakinkan apakah aku hamil atau tidak. Hasilnya ternyata aku positif hamil ! Ya Tuhan ! Aku menagis histeris. Beberapa teman yang melihat kejadian ini ikut panik dan menganggap aku kesurupan seperti yang sering dialami operator di Batam karena merasa tertekan. Mereka memberiku air putih dan minyak kayu putih sembari memintaku beristighfar. Tetapi aku tetap menangis histeris sampai aku merasa capek sendiri dan tertidur. Setelah aku bangun, aku kembali menangis saat mengingat kenyataan bahwa aku tengah mengandung janin hasil hubunganku dengan Darman beberapa bulan lalu. Kepada teman-teman aku tidak mau terus-terang tentang kehamilanku. Pada mereka aku hanya mengatakan bahwa aku rindu keluargaku. Setelah itu hari-hari yang kulalui adalah hari-hari yang menakutkan seiring kian membesarnya janin dalam perutku.

Lewat surat kuberitahu Darman bahwa aku hamil dan tidak tahu harus berbuat apa dengan kehamilanku itu. Lewat suratnya juga, Darman tidak bisa memberi solusi dan hanya mengatakan ia juga bingung menghadapi persoalan tersebut. Teman-teman baik di asrama maupun di perusahaan tidak ada yang mengira kalau aku hamil, karena selama ini aku memang suka mengenakan pakaian yang extra size. Pernah aku coba menggugurkan kandungan itu dengan cara makan nanas muda dan beberapa ramuan, namun tidak berhasil. Janin itu tetap hidup dalam kandunganku dan terus membesar dari hari ke hari.

Sampai suatu ketika saat sedang bekerja, aku merasakan sakit yang teramat sangat pada perutku. Mungkin ini yang disebut orang kontraksi. Bergegas aku pergi ke toilet untuk melihat apa yang terjadi. Saat aku membuka celana dan bermaksud jongkok, tiba-tiba sesuatu seperti seonggok daging keluar diiringi dengan darah segar yang terus mengalir dari selangkanganku. Ya ampun, aku melahirkan ! Aku melahirkan seorang bayi laki-laki tanpa didampingi ayahnya dan aku berjuang sendirian menahan rasa sakit yang teramat sangat. Aku menagis panik sambil tetap memegang jabang bayi yang berlumuran darah dan terdiam dengan kedua mata tertutup. Ya Tuhan, bayi yang kulahirkan itu ternyata sudah tak bernyawa lagi ! Aku panik dan takut, sekaligus sedih karena bagaimanapun juga ia adalah anakku sendiri. Darah dagingku sendiri, hasil hubungan cintaku dengan Darman, kekasihku. Namun dalam keadaan panik dan pikiran tak menentu itu, sebelum aku keluar dari toilet, masih sempat aku membersihkan darah yang terpercik di mana-mana. Di tengah kepanikan itu kubawa jabang bayi yang masih merah dengan sweater yang kupakai dan memasukkannya ke dalam kardus bekas. Setelah itu kubuang kardus berisi anakku yang sudah tidak bernyawa itu dengan harapan tidak ada orang yang bisa menemukannya. Aku menangis perih dan teringat bahwa aku telah berbuat dosa besar dalam hidupku.

Rupanya Tuhan memang benar-benar ingin menghukumku. Berawal dari penemuan sesosok mayat bayi dalam kardus dan berdasarkan penelusuran perempuan yang diduga melahirkannya, tidak sukar buat petugas kepolisian menjemput aku di asrama. Mereka berhasil menemukan aku dan mencurigai aku karena selang beberapa hari sebelum penemuan mayat bayi itu, aku memang dibawa teman-temanku ke rumah sakit karena pendarahan yang kualami. Waktu itu mereka berpikir aku mengalami menstruasi yang berlebihan dan kondisi tubuhku yang terus melemah. Dari keterangan dokter, polisi menyimpulkan bahwa kesakitan yang kualami bukan karena menstruasi melainkan karena aku baru saja melahirkan. Aku tidak bisa mengelak karena bukti-bukti medis dan bukti-bukti lain yang memberatkan aku. Aku digelandang ke kantor polisi dengan kondisi yang belum cukup kuat dan sekaligus menguak aib yang selama ini kupendam. Beberapa temanku menangis dan tidak percaya pada kenyataan yang dilihat. Aku sangat tertekan, seolah tidak bisa menghentikan air mataku ketika mereka memasukkan aku ke dalam sel bercampur-baur dengan orang-orang lain yang disangka melakukan tindak pidana kriminal.

Setelah melalui proses yang cukup panjang, akhirnya pengadilan memutuskan aku bersalah dan memvonis aku dengan hukuman tujuh bulan penjara. Beberapa hal dianggap meringankan seperti misalnya aku belum pernah melakukan perbuatan kriminal, usiaku yang masih muda, kooperatif dalam persidangan dan hasil visum menyatakan bahwa bayiku meninggal karena benturan dan diduga jatuh saat aku melahirkan. Meski hanya tujuh bulan dalam penjara, bagiku masa itu adalah masa-masa menakutkan yang harus aku lalui. Tapi aku menerima keputusan itu dan merasa inilah hukuman dari Tuhan yang ditimpakan kepadaku di dunia karena perbuatanku sendiri.

Kini aku telah bebas dan peristiwa yang sudah terjadi beberapa tahun lalu itu telah kukubur dalam-dalam. Aku tidak ingin mengingat-ingat peristiwa menakutkan itu meski terkadang bayangan kelam itu berkelebat dalam pikiranku. Terlebih masih banyak orang yang tetap memandang aku sebagai perempuan hina karena perbuatanku di masa lampau. Namun aku tetap berjanji dalam hati kecilku bahwa aku akan kembali ke jalan yang benar. Aku percaya Tuhan akan mengampuni dosa umat-Nya jika mereka sungguh-sungguh bertobat dan tidak akan melakukannya lagi di kemudian hari. Ya Tuhan ampunilah dosa-dosaku.

(Seperti dituturkan Marni kepada Roy Pujianto/Majalah Fakta 568)R.26
readmore »»