Apakah Menyelingkuhi Suami Akan Mengharmoniskan Perkawinan?

Banyak yang mengatakan kalau menikah itu berat. Masa-masa bebas bergaul dengan teman, kemudian berpacaran untuk saling menjajagi, dan akhirnya berakhir di pelaminan dengan seseorang untuk berbagi hingga akhir hayat. Nyatanya tak sedikit wanita yang dilanda kebosanan menghadapi situasi ini. Ada wanita yang demikian putus asanya hingga beranggapan berselingkuh adalah cara terbaik untuk membuatnya kembali bergairah.

Fenomena "perselingkuhan akan menyelamatkan rumah tangga Anda" ini dituangkan dalam sebuah buku berjudul The Secret Lives of Wives. Dalam buku itu sang penulis Iris Krasnow mengklaim bahwa banyak wanita yang harmonis rumah tangganya merasa bahagia karena mereka melakukannya bukan dengan suami mereka. Mereka bepergian sendirian, kencan dengan mantan pacar dan teman pria lainnya. Mereka bahkan menyebut "teman dengan batasan-batasan", atau dalam istilah kita "TTM (teman tapi mesra)", yang menemani mereka jalan, merayu, dan entahlah, kadang bermesraan, yang membuat mereka bergairah. Kadang mereka bercinta dan menyelingkuhi suaminya, demikian The Daily Beast melaporkan.

"Selingkuh kecil-kecilan akan menceriakan rumah tangga, asalkan jangan sampai ketahuan," kata Lucy, 50, warga California.

"Suamiku orang yang serba bisa, tapi itu tak cukup," kata Shauna yang mempunyai pria idaman lain seorang perancang taman.

"Suami adalah bintang dalam kehidupan Anda," ujar Lana, 59, seorang aktris. "Tapi jika Anda seorang yang multidimensional, Anda butuh lebih banyak warna di palet Anda."

Ketika disuruh memilih antara suami atau PIL, wanita yang berselingkuh dengan perancang taman menjawab bahwa ia tak ingin berandai-andai untuk memilih salah satu (tampaknya banyak wanita yang diwawancarai di buku ini bermasalah sangat serius dengan ayahnya).

Buku ini menjelaskan bahwa para wanita tersebut mencari kesenangan di luar perkawinan mereka karena merasa mustahil mengharapkan kepuasan dari satu pria saja sepanjang hidup mereka. Wanita yang mengalami kegagalan dalam berumah tangga, kilah Krasnow, karena mengira suami mereka akan selalu bisa menghibur dan menggairahkan mereka selamanya. Tapi para istri butuh hiburan dan bersenang-senang di luar hubungannya dengan sang suami, waktu untuk menyalurkan hobi atau kegiatan sendiri tanpa diusik oleh suamu mereka. Ada wanita yang memilih membuat tembikar atau berpetualang. Ada yang bercinta dengan tukang bersih-bersih kolam renangnya.

Rahasia, ternyata, adalah rahasia di dalam sebuah rumah tangga yang bahagia. Rahasia, kebohongan, dan jauh dari suami agar tidak mengganggu mereka. Semacam rahasia seorang pejalan kaki yang mengabaikan rambu larangan menyeberang jalan tapi nekad menyeberang hingga nyaris tertabrak mobil hingga empat kali. Saat sampai di seberang jalan Anda baru menyadari bahwa menyeberang jalan butuh sense petualangan dan refleks yang sempurna untuk selamat. Artinya, rahasia sukses menyeberang jalan adalah memperhatikan situasi, tengok kanan kiri, dan bila aman baru menyeberang. Bukan asal lari tanpa berpikir atau melihat situasi.

Jika hal paling membahagiakan rumah tangga mereka adalah saat tidak berada dekat suami yang bau, lalu untuk apa mereka menikahi pria itu? Kenapa tidak diterima saja pendapat kalau lembaga perkawinan tidak cocok bagi orang yang ingin hidup bebas selamanya dan tak perlu menikah jika itu membuat mereka senang dan baru menikah jika mereka benar-benar menginginkannya? Sayang hal ini tidak dijelaskan dalam buku tersebut.

Sumber : jezebel.com
readmore »»  

Nenekku Genit

Abdul (nama samaran), 18 tahun, somewhere :

Kakekku meninggal waktu aku kelas 6 SD. Jadilah nenekku tinggal sendiri di rumahnya. Bapak dan ibuku beberapa kali merayu nenek supaya pindah ke rumah kami, karena tak tega melihat nenek hidup sendiri, tapi nenek selalu menolak. Alasannya, tak ingin meninggalkan rumah yang penuh kenangan. Akhirnya bapak dan ibuku mengalah, dan berusaha meluangkan waktu untuk mengunjungi nenek setiap minggu sekali. Tapi karena kesibukan bapak dan ibuku, lama-lama frekuensi kunjungan kami makin berkurang. Kadang satu bulan sekali, kadang lebih.

Saat aku SMP, aku sering ditugasi ibu untuk mengunjungi nenek karena aku sudah bisa naik motor sendiri. Lagi pula aku adalah cucu tertua nenek. Terus terang aku enggan, karena nenek sangat cerewet dan suka mengatur. Usianya sudah enam puluh tahun lebih waktu itu, tapi masih mampu melakukan segala sesuatunya sendiri. Termasuk bersih-bersih rumah. Tapi, yah ... terpaksa. Kalau tidak diiming-imingi uang saku lebih oleh ibu, aku lebih suka main ding dong dengan teman-temanku. Hal itu berlangsung hingga aku kelas 3 SMP.

Suatu hari, sepulang sekolah, ibu menyuruhku ke rumah nenek untuk mengantar kue sisa arisan ibu yang berlebih karena banyak yang tidak datang. Tapi waktu mau masuk gerbang perumahan di mana nenek tinggal, ban motorku bocor. Untung ada tukang tambal ban di situ. Celakanya, ada dua motor yang juga bocor bannya sebelum aku, hingga aku harus menunggu lama. Kupikir, daripada menunggu, lebih baik kutinggal saja motorku di situ, dan aku jalan kaki ke rumah nenek yang tak begitu jauh letaknya.

Sesampai di rumah nenek, seperti biasa aku nyelonong saja masuk. Namun belum lagi mulutku teriak memanggil nenek, kudengar suara, seperti suara lelaki. Nada suaranya itu yang membuatku urung buka mulut. Seperti suara mengerang dan berasal dari kamar nenekku. Diam-diam aku mendekati pintu kamar nenek yang terbuka sedikit. Dari celah itu aku bisa melihat almari bercermin, dan di cermin itu aku melihat seorang laki-laki berdiri membelakangi cermin dengan celana melorot di lantai, sementara seorang lagi, yang aku yakin itu nenek, tengah duduk di tempat tidur tepat di hadapan laki-laki itu, sambil “melakukan sesuatu” pada laki-laki itu.

Sontak darahku berdesir. Kuusap mataku beberapa kali seolah tak percaya pada apa yang kulihat. Dua manula tengah beraksi layaknya muda-mudi yang sedang dirasuki birahi. Sekitar lima menit aku terpaku melihat adegan syur itu, tapi aku buru-buru kabur dari situ begitu melihat laki-laki itu merebahkan nenek (dan ternyata nenek sudah setengah bugil!) di ranjang dan melepas celananya lalu menindih nenek! Dari situ aku tahu kalau laki-laki itu adalah mbah Pramono (bukan nama sebenarnya), tetangga nenek sendiri. Dan, setahuku mbah Pramono ini punya istri. Wah!

Aku bingung mau kabur ke mana. Akhirnya aku nongkrong di gardu pojok jalan sambil pikiranku melayang tak karuan, menduga-duga apa yang mereka lakukan saat ini, sambil mataku mengawasi rumah nenek yang berjarak sekitar 50 meter. Aku tak menyangka kalau orang setua mereka masih bisa melakukan adegan seperti yang kutonton di film biru. Pikiranku makin melayang jauh ke belakang. Apa ini yang membuat nenek ngotot tak mau pindah dari situ? Sejak kapan mereka melakukan itu? Apa sejak kakek meninggal atau justru sebelum? Atau tadi itu baru awal? Lalu aku mulai menganalisa mbah Pramono. Istrinya gemuk dan aku pernah bertemu dengannya saat bertandang ke rumah nenek.

Sekitar 20 menit kemudian aku melihat mbah Pramono keluar dari rumah nenek sambil menenteng tool box. Aku buru-buru sembunyi di balik dinding gardu, mengamati sampai mbah Pramono masuk rumahnya. Tampaknya mereka sudah selesai, pikirku. Begitu mbah Pramono tak terlihat lagi, aku segera melangkahkan kaki menuju rumah nenek. Tapi sebelumnya aku sudah mempersiapkan diri lebih dulu untuk bersandiwara.

Nenek menyambutku begitu aku masuk rumahnya. Wajahnya terlihat lebih ceria dibandingkan sebelumnya. Mungkin sudah puas, pikirku. Kuserahkan bingkisan dari ibuku sambil berbasa-basi. Entah kenapa, tiba-tiba muncul iseng dalam hatiku. Kukatakan kalau di jalan aku melihat mbah Pramono keluar dari rumah nenek. Nenek menjawab dengan santai. Katanya ia minta tolong mbah Pramono untuk memperbaiki kran dapur yang bocor. Aku manggut-manggut saja dengan wajah lugu.

Sejak itu aku jadi bersemangat kalau ibu menyuruhku ke rumah nenek. Siapa tahu dapat tontonan syur lagi. Sayangnya, kesempatan untuk itu tak pernah kudapat lagi. Hingga sekarang. Aku tak tahu, apakah dengan bertambahnya usia mereka, masih punya keinginan melakukan hal itu. Yang jelas, nenek masih seenerjik biasanya. Dan kudengar istri mbah Pramono meninggal karena sakit tua. (*)
readmore »»  

“Nikmatnya” Bersepeda

Erni, 26 tahun, some where :

Waktu browsing internet secara tak sengaja aku menemukan sebuah situs curhatan berbahasa Inggris. Ada satu curhat yang membuat aku jadi ingat pengalamanku sendiri karena sangat mirip.

Waktu SMA aku dapat sepeda sebagai hadiah ulang tahunku dari ayah. Setelah berlatih sekitar 1 minggu aku pun jadi mahir mengendarai sepeda baruku dan menggunakannya untuk sekolah. Biasanya aku bersepeda beriringan dengan tiga temanku satu sekolah yang juga bersepeda.

Ilustrasi.
Suatu hari aku terpaksa pulang sekolah sendirian karena satu temanku harus mengikuti latihan paduan suara di sekolah, sedangkan temanku yang satu lagi tidak masuk sekolah. Karena hari itu jam terakhir adalah pelajaran olah raga, maka aku pulang tanpa ganti baju, tapi tetap mengenakan seragam olah raga, kaos dan celana panjang training.

Dalam perjalanan pulang itu tiba-tiba aku merasakan sesuatu yang aneh. Aku merasakan “nikmat” setiap kali kakiku mengayuh pedal sepeda. Karena jalan yang kulalui adalah jalan desa yang tidak terlalu ramai, aku jadi terbuai dengan kenikmatan itu. Terlebih saat posisi dudukku agak kugeser ke depan sedikit, hingga menyentuh ujung sadel sepeda. Dalam puncak kenikmatan itu kedua tanganku menggenggam erat setang kemudi sepeda. OMG, luar biasa nikmatnya.

Kemudian aku menyadari kalau celana trainingku basah hingga aku harus mengendap-endap setiba di rumah. Malu kalau ibu atau kakakku melihat celana basahku.
readmore »»